Monday, April 12, 2021

Musim Vaksin COVID-19 - Yuk Mengenal Jarum Suntik!

Jarum suntik atau jarum hypodermic adalah salah satu alat yang paling banyak digunakan dalam dunia kesehatan. Kebutuhannya semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Dengan ditemukannya vaksin COVID-19, barang ini kian akrab menyapa kita sehari-hari. Jika 70% persen saja dari seluruh penduduk dunia harus divaksin untuk mencapai herd immunity, artinya setidaknya dibutuhkan hampir 11 miliar jarum suntik untuk kebutuhan penyuntikan vaksin COVID-19. Angka ini belum termasuk kebutuhan di luar itu.

Ilustrasi penyuntikan vaksin COVID-19. (Senior Enlisted Advisor to the Chairman (SEAC) Ramon "CZ" Colon-Lopez receives a COVID-19 vaccine at Walter Reed National Military Medical Center, Bethesda, Md., Dec. 21, 2020. (DOD Photo by Navy Petty Officer 1st Class Carlos M. Vazquez II. Wikipedia).

Istilah hypodermic berasal dari kata hypo yang berarti di bawah, dan dermic yang berarti kulit. Jarum suntik dinamakan dengan istilah ini karena digunakan untuk melakukan prosedur penyuntikan sampai ke area di bawah kulit. 

Untuk tujuan penyuntikan atau pengambilan sampel jaringan dari dalam tubuh, jarum hypodermic terbuat dari bahan logam berbentuk tabung berongga dengan ujung (tip) yang sangat tajam dan biasanya digunakan bersamaan dengan syringe yang berfungsi untuk menampung cairan.

Sejarah Jarum Hypodermic

Sejarah mencatat bahwa jarum hypodermic pertama kali digunakan oleh Christopher Wren, seorang arsitek Inggris, pada 1656 untuk menyuntikkan obat ke pembuluh darah vena pada anjing. Setelahnya, beberapa ilmuwan sempat melakukan percobaan penyuntikan serupa pada manusia namun belum membuahkan hasil yang memuaskan. Sampai akhirnya, pada 1844, penyuntikan dengan jarum hypodermic berhasil dilakukan pertama kalinya pada manusia oleh seorang dokter Irlandia bernama Francis Rynd. 

Bagian-bagian Jarum Hypodermic

Berdasarkan ISO 7864 2016 (Sterile Hypodermic Needle for Single Use Requirements and Test Methods), jarum hypodermic terdiri bagian-bagian utama yaitu hub, penghubung (jointing medium), batang jarum, stylet dan penutup jarum (cap). Bagian hub, penghubung dan cap biasanya terbuat dari bahan plastik, sedangkan batang jarum dan stylet terbuat dari bahan logam. 

Tiga bagian utama batang jarum spinal (a) stylet, (b) batang jarum berongga, (c) stylet + batang jarum berongga. (Dokumen pribadi, Hesty Susanti).

Untuk jarum dengan diameter di atas 0,05 inchi, terutama jarum spinal (untuk penyuntikan di area tulang belakang) biasanya terdapat bagian batang tambahan yang disebut stylet, yaitu berupa silinder pejal (tidak berongga) yang memiliki diameter sama dengan diameter dalam dari bagian batang jarum yang berongga. Bagian ini dimasukkan ke dalam rongga batang jarum dengan tujuan untuk memperkokoh batang jarum sehingga tidak mudah bengkok atau patah ketika ditusukkan ke dalam bagian tubuh.

Bentuk ujung jarum hypodermic dikenal dengan istilah bevel. Bevel standar yang paling umum berbentuk irisan miring pada bagian ujung jarum, misalnya pada jenis Quincke. Bentuk bevel dengan variasi berbeda biasanya terdapat pada jarum spinal, di mana dikenal bevel berbentuk Tuohy (ujung sedikit melengkung) atau variasi lain dengan lubang tidak pada bagian paling ujung jarum, yaitu jenis Pencan, Sprotte, dan Whitacre.

Material Jarum Hypodermic

Jarum hypodermic terbuat dari bahan logam. Material yang paling banyak digunakan, yaitu baja stainless seri 300 atau 400, nikel (inconel), titanium, atau campuran nikel dan titanium (nitinol). Bahan-bahan ini dipilih karena memiliki sifat anti karat, kokoh, fleksibel dan tidak mudah patah. 

Material dasar ini biasanya dilapisi lagi dengan bahan tertentu untuk meningkatkan kehalusan permukaan agar lebih mudah ketika disuntikkan ke tubuh kita. Untuk kebutuhan tertentu, pelapisan dengan material tambahan dilakukan dengan tujuan agar jarum lebih mudah terlihat ketika penusukannya dilakukan dengan bantuan ultrasonografi (USG).

Ukuran Jarum Hypodermic

Ukuran jarum hypodermic mengacu kepada ukuran gauge (G) yang menunjukkan ukuran diameter dalam dan diameter luar tabung. Standar gauge (G) yang paling umum digunakan adalah Birmingham Gauge yang membagi ukuran diameter kawat logam dari ukuran 5/0G hingga 36G. Semakin besar angka G, maka semakin kecil diameter jarumnya.

Ukuran Birmingham Gauge yang digunakan khusus untuk jarum hypodermic kemudian dilengkapi pula dengan standar ukuran diameter dalam, ketebalan dinding tabung jarum, serta kode warna pada bagian penghubung antara jarum dan syringe (Luer connector) untuk memudahkan penggunaannya. 

Jarum hypodermic dengan berbagai ukuran. (6 hypodermic needles on luer connectors; from top to bottom by Birmingham gauge:Terumo 26G x 1/2" (0.45 x 12mm) (brown)Terumo 25G x 5/8" (0.5 x 16mm) (orange)Becton Dickinson 22G x 1 1/4" (0.7 x 30mm) (black)Becton Dickinson 21G x 1 1/2" (0.8 x 40mm) (green)Becton Dickinson 20G x 1 1/2" (0.9 x 40mm) (yellow)Terumo 19G x 1 1/2" (1.1 x 40mm) (white). Zephyris. Wikipedia).

Selain ukuran diameternya, jarum hypodermic juga dibagi-bagi dalam ukuran panjang sesuai dengan kebutuhannya, mulai dari panjang 0,5 inchi sampai 7 inchi. Jarum-jarum dengan ukuran di atas 3,5 inchi biasanya digunakan untuk penyuntikan di area tulang belakang (spinal) atau area abdominal (perut).

Ketajaman Jarum Hypodermic

Jarum hypodermic harus dibuat dengan standar ketajaman tertentu untuk meminimalkan rasa sakit atau trauma ketika disuntikkan ke tubuh kita. Untuk menguji ketajaman jarum hypodermic digunakan beberapa metode, antara lain pencitraan dengan mikroskop atau uji gaya (force). 

Salah satu metode mutakhir yang mulai banyak digunakan saat ini adalah mikroskop elektron (scanning electron microscopy/SEM) untuk mencitrakan bagian ujung (tip) jarum sampai skala nano meter (seper semiliar meter). Jika diameter sel kulit manusia sekitar 30 mikrometer (seper sejuta meter), maka lebar bagian ujung jarum hypodermic (tip) tidak boleh lebih dari 30 mikrometer. 

Bagian ujung jarum (tip) diperbesar dengan scanning electron microscopy/SEM. (Sharpness of Hypodermic Needles. Application Note. EM Analytical Ltd., United Kingdom. http://www.emanalytical.co.uk/wp-content/uploads/2019/09/Needle-application-note.pdf).

Metode lain untuk menguji ketajaman jarum dilakukan dengan menghitung gaya (force) ketika jarum disuntikkan ke tubuh, yaitu berupa gaya penetrasi/tembus (penetration force) dan gaya luncur (sliding force). Dalam pengujian, digunakan bahan polyurethane sebagai tiruan jaringan kulit dan otot manusia. 

Sampel jarum hypodermic yang diuji akan ditusukkan ke bahan polyurethane dengan kecepatan penusukan tetap, kemudian gaya (force) dihitung sebagai fungsi dari kedalaman menggunakan alat pengukur berupa load cell. Gaya penetrasi merupakan gaya maksimal yang dibutuhkan oleh jarum untuk menembus bahan, sedangkan gaya luncur adalah gaya rata-rata gesekan jarum yang dihitung senilai 80% dari kedalaman yang dicapai jarum. 

Penanganan Limbah Jarum Suntik

Jarum suntik merupakan alat kesehatan yang penggunaannya hanya sekali pakai untuk menghindari kontaminasi yang dapat menyebabkan infeksi dan penularan penyakit. Oleh karena itu, pasca penggunaannya membutuhkan penanganan khusus. 

Berdasarkan panduan yang dikeluarkan oleh FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat, limbah jarum suntik harus dimasukkan ke wadah khusus jarum suntik bekas segera setelah digunakan. Wadah ini harus diletakkan pada tempat yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak maupun binatang peliharaan dan hanya boleh diisi maksimal sampai ¾ kapasitas penuhnya.

Seperti jarum suntiknya itu sendiri, wadah khusus untuk membuang jarum suntik bekas ini juga hanya digunakan untuk sekali pakai. Wadah ini harus dikumpulkan ke area khusus, terpisah dari limbah-limbah kesehatan jenis lainnya untuk dikirimkan ke fasilitas penanganan limbah khusus jarum suntik. 

Cara paling umum untuk menangani limbah jarum suntik adalah melalui metode insinerasi (incineration) atau pembakaran. Meskipun metode insinerasi dapat memusnahkan limbah jarum suntik, namun hasil pembakarannya dapat menimbulkan zat-zat (biasanya berupa gas) berbahaya yang memerlukan penanganan khusus sebelum dibuang ke lingkungan.

Para ahli kemudian mengembangkan cara-cara lain yang lebih praktis dan ramah lingkungan yakni menggunakan mesin penghancur yang dilengkapi sekaligus dengan mesin sterilisasi. Dengan cara ini, logam dan bahan lain dari jarum suntik dapat dipisahkan dan didaur ulang kembali sebagai bahan mentah untuk membuat barang baru.

Takut Jarum Suntik?

Jika Anda takut disuntik, Anda tidak sendirian. Secara statistik, 22% orang dewasa mengalami ketakutan ini. Rasa takut akan jarum suntik dikenal dengan needle phobia atau aichmophobia. Menurut penelitian oleh Dr. James G. Hamilton, needle phobia kemungkinan besar bersifat genetik yang akarnya bisa ditelusuri dari sejarah evolusi manusia. 

Selama ribuan tahun yang lalu, manusia menghindari benda tajam sebagai bagian dari insting untuk bertahan hidup dengan cara menghindar dari kemungkinan bahaya. Tingkat keparahannya bisa bervariasi, dari mulai denyut jantung dan tekanan darah yang meningkat atau menurun, hingga kehilangan kesadaran (pingsan).

Jarum suntik dan syringe diproduksi dalam jumlah miliaran setiap tahunnya di seluruh dunia. Alat kesehatan yang tergolong sederhana ini telah membantu para tenaga kesehatan dalam menyelamatkan banyak pasien selama hampir dua abad terakhir. 

Perkembangannya telah mewarnai perjalanan panjang kehidupan manusia sampai kepada era sekarang ketika kita semua menghadapi pandemi COVID-19. Dengan pencapaian ini, tak berlebihan rasanya jika jarum suntik bisa disebut sebagai salah satu penemuan terhebat dalam sejarah peradaban umat manusia.

Referensi

1.Kucklick, T.R. The Medical Device R&D Handbook. CRC Press, 2013.

2.Sharpness of Hypodermic Needles. Application Note. EM Analytical Ltd., United Kingdom. http://www.emanalytical.co.uk/wp-content/uploads/2019/09/Needle-application-note.pdf

3.Leonardi, L., Vigano, M., and Nicolucci, A. Penetration Force and Cannula Sliding Profiles of Different Pen Needles: the PICASSO Study. Medical Devices: Evidence and Research. 2019, 12: 311-317.

4.Majcher, K., et al. Assessing the Sharpness of Hypodermic Needles after Repeated Use. Canadian Veterinary Journal. 2018, 59: 1112-1114.

5.Pereira, I.B., et al. Ultra-structural Evaluation of Needles and Their Role for Comfort during Subcutaneous Drug Administration. Journal of School of Nursing University of Sao Paulo. 2018, 52: e03307.

6.Craig, R. A History of Syringes and Needles. Faculty of Medicine, The University of Queenslans, Australia. 2018. https://medicine.uq.edu.au/blog/2018/12/history-syringes-and-needles

7.Best Way to Get Rid of Used Needles and Other Sharps. US Food and Drug Administration. 2021. https://www.fda.gov/medical-devices/safely-using-sharps-needles-and-syringes-home-work-and-travel/best-way-get-rid-used-needles-and-other-sharps

8.Dialysis Needle Sharpness Testing for Patient Comfort. News Medical Life Sciences. 2018. https://www.news-medical.net/whitepaper/20171018/Dialysis-Needle-Sharpness-Testing-for-Patient-Comfort.aspx

9.Birmingham Wire Gauge. The Engineering ToolBox. https://www.engineeringtoolbox.com/BWG-wire-gage-d_508.html

10.Sharps Waste Disposal: A How-to Guide. Cellitron. 2019. https://celitron.com/en/blog/sharps-waste-disposal


Artikel ini pertama kali terbit di Kumparan:

Musim Vaksin COVID-19 - Yuk Berkenalan dengan Jarum Suntik!