Tuesday, April 06, 2021

Ruang

Dalam ruang tak berjendela

detak sunyi dipantul-pantulkan

dari dasar diafragma

menyelinap di sela-sela iga


Ruang itu mengempis

merambatkan embusan udara

pada buluh-buluh napas

menggetarkan pita suara


Teriak parau tercekik

sesak sempit terhimpit

dalam gelap nan pelik

mendaki menuju langit


Di kedalaman dasar samudra

yang diliputi awan gelap gulita

tidakkah kau lihat pendar cahaya?

samar-samar telapak tanganmu meraba

detak itu di dalam dada


Ruang itu mengembang

Bilah-bilah cahaya

menyapu sudut-sudutnya

membuka pintu-pintunya

melapang dalam kasih sayang-Nya


Cahaya itu yang kelak kita bawa

ketika ruh berpisah dari raga


Bandung, 1 Mei 2020


Catatan:

Puisi ini kutulis untuk diri sendiri dan salah seorang sahabat yang sangat kucintai di dunia ini, terinspirasi dari ayat dalam Al Qur'an, yaitu Surat Al An'am ayat 125 dan Surat An Nur ayat 40.




Ibu

Bersyukurlah bagi siapa saja yang masih memiliki orang tua, terutama Ibu. Hubunganku dengan Ibu tak pernah sederhana seperti kebanyakan anak perempuan satu-satunya. Kami membutuhkan waktu puluhan tahun untuk saling mengenal dan saling memahami. 


Sejak dulu, beliau bukan orang yang kuajak bicara kalau aku menghadapi hal-hal besar dalam hidup. Mungkin terakhir kali Ibu menjadi pusat hidupku adalah ketika aku masih balita. Saat itu, kalau aku sakit yang kucari pasti Ibu, kalau aku menangis, yang kupanggil juga Ibu. 

Tahun berganti, aku bertumbuh, Ibu pun menua. Ketika aku beranjak remaja hingga masuk fase dewasa aku jarang sekali bercerita kepada Ibu. Percakapan kami hanya sebatas cerita ringan, tak pernah mendalam. Kami pun pernah memasuki fase-fase hubungan paling hambar. Aku merasa kehilangan Ibu, mungkin Ibu pun merasa kehilangan aku. 

Kadang kawan-kawanku bertanya, apa yang sebenarnya aku cari di perantauan dan petualangan-petualanganku yang seperti tak berkesudahan? Ternyata dengan bepergian jauh, aku jadi lebih mengenal Ibu, semakin jauh raga kami terpisah, semakin tumbuh rasa sayangku yang dulu hampir hilang. Perlahan-lahan Allah mendekatkan hati kami lagi. Hari ini, aku menelpon Ibu hampir 3 jam. Belum pernah aku bercerita selama dan seterbuka itu dengan Ibu. Percakapan tadi seakan membayar lunas lebih dari 20 tahun masa hidupku yang kulewatkan "tanpa" Ibu. I let her know almost about everything in my life. 

Tahukah engkau, kawan? Kalau ada hati manusia yang lebih luas dari samudera, maka hati Ibulah jawabannya. Kalau ada rasa sayang yang tak bertepi, maka kasih sayang Ibulah yang senantiasa menaungi. Tadi, aku seperti kembali ke rumah lama yang sudah bertahun-tahun tak kukunjungi. Kutanyakan pada Ibu. "Mak, pernahkah Mamak merasa marah dan kecewa kepadaku?"  "Nak, bahkan tanpa engkau meminta maaf pun, Mamak akan selalu memaafkanmu. Mamak ini orang yang telah dititipkan Allah untuk melahirkanmu." Tanpa diminta pun, Ibu selalu mendoakanku, bahkan sebelum aku terlahir dari rahimnya. 

Ya Rahman, ya Rahiim... Jika kasih sayang Ibu melimpah ruah tak putus-putus sepanjang usia seperti itu, maka aku tak bisa membayangkan bagaimana kasih sayang-Mu. 



What is Your Favorite Place?

What is your favorite place?

Most people, including me, will say: "my hometown where I grew up". And I'll add: especially after the first rain in the end of dry season, in the afternoon, when the ray of light infiltrating the wet leaves and the sun somehow rising again, though the twilight is about to approach the horizon. On that moment, I felt that the day was prolonged. This kind of scenery always reminds me of my lovely childhood memories.

Years have passed since my first encounter of that sentimental reminiscence, until one day, when I experienced my first summer in the northern hemisphere. During my stay in Germany, I lived in Bochum, a small town on the riverbank of Ruhr. I can say, summer in Bochum was the best. Why? Because I saw my childhood in there. Even though, it was not identical, but the sceneries somehow revived the ancient paths of nervous system in my head, awaking the most wonderful time of my life. The days were prolonged and the sentimental memories were called back for sure.

When the afternoon sun in August swept the yellowish wheat leaves near Ruhr river waiting for their harvest time, I remembered the warmth of the afternoon sun that swept my face when I sat at my favorite branch in Guava tree in front of our home. When I heard the sound of children playing on the banks of Kemnadersee lake, I remembered my childhood friends.

So, when I am asked again: Where is your second favorite place?

I'll say: the European country side in summer, when the Earth surrenders itself dearly to the caress of the sun.



Awan, Hujan, dan Matahari

Lirih angin menghinggapi dahan nan rapuh

renyah tawanya mengibaskan daun-daun

ranting menggapai-gapai yang tak tergapai:

awan


Berarak-arak ke tepian cakrawala

sekawanan burung terbang labuh

meramaikan senja setelah reda:

hujan


Tanah basah menyeruak wangi

dingin memeluk perlahan

mengantarkan yang akan kembali esok:

matahari


Bandung, 14 Februari 2019




Menanggalkan Tanggal-Tanggal

Satu persatu angka tanggal dari baris-baris bulan

kubiarkan berjatuhan, terserak dari almanak

nanti akan ada yang memungutnya

orang-orang yang enggan lupa


Tanggal-tanggal yang kutanggalkan dari ingatan

samar-samar getirnya di pangkal lidah

kali terakhir perlahan kutelan

bersama ludah dan gula-gula


Air mata menggenang

mengantarkan yang lampau

samar-samar manisnya di ujung lidah

seperti senyummu selalu


Aku enggan mengingat

tanggal-tanggal itu


Bandung, 24 Februari 2019




Engkau, Hamba Terkasih dari Dzat Yang Maha Memperhatikan, Menguasai dan Memelihara

Angin selatan berhembus syahdu, mengayun-ayunkan semak dan perdu. Pada jenjang-jenjang anak tangga itu, langkahmu menapak satu persatu seiring kumandang adzan menyeru. Jeda itu, jarum jam tiba-tiba menjelma debar memburu. Aku? Terdiam dibekukan waktu. 


Matahari telah tergelincir ke barat, rentang kedua sebelum berselimut malam. Engkau hilang di keramaian, dalam baris-baris bergelombang, tenggelam. Doa-doa melangit dari bait-bait lirih, ketika kepala ditundukkan dalam-dalam. Aku? Kian terpaku dalam diam.

Lalu, perlahan-lahan, temaram lampu dipadamkan. Waktu bergulir kembali, hingga ruh berpisah dari badan. 

Bandung, 21 Desember 2019




Rumah di Sudut Jalan

Di beranda itu

semua tampak sederhana

bangku, meja, dan daun jendela

putih gading dimakan usia


Di halaman itu

semua tampak biasa

ayunan, rumput, dan bunga-bunga

basah, hijau, merona-rona


Di rumah itu

semua tampak bersahaja

sofa, buku, dan lemari kaca

menguning di bawah pendar cahaya


Di jalan itu

keping-keping peristiwa terserak

bercampur debu dan kerikil

menutupi lubang-lubang tergenang

membekukan masa dalam bingkai segitiga


Bandung, 1 Mei 2020




Koma

Berdiri di antara bayang-bayang yang condong ke barat di waktu pagi, kudengar desir aliran darahku sendiri. Darah yang kubawa serta dari tanah tembuni, yang cabang-cabangnya sunyi mengalir ke laut. Mungkin desirnya mengandung petir dan badai, mungkin pula mengandung teduh selepas hujan. 

Yang aku tahu, mereka senantiasa menggema, dipantul-pantulkan oleh dinding tembus pandang yang kunamai sukma. Dari balik dinding itu, aku melihat engkau berjalan lalu lalang, menyela pergiliran pagi dan petang. Aku sampai hafal, di tikungan mana engkau akan berbalik arah, pada bait adzan ke berapa langkahmu menaiki anak tangga. Engkau menjelma dalam aliran sunyi desir darahku, menjadi teka-teki yang tak ingin aku pecahkan. 

Di dunia ini, banyak hal yang tak perlu ada jawabnya. Tak sedikit pula yang hanya akan menjadi indah jika tetap menjadi tanya, tak menjadi titik, hanya disela koma, dalam lirik doa. 

Bandung, 1 Agustus 2020




Terbiasa

Mungkin kita hanya perlu terbiasa

melupakan yang buruk

dan mengingat yang baik-baik saja


Mungkin kita memang butuh terbiasa

meleburkan amarah

dan mengikhlaskan apa-apa yang telah ditelan masa


Mungkin kita ternyata harus terbiasa

meneruskan hidup yang tak seberapa lama

hingga kelak menghadap SAng Maha


Mungkin aku, mungkin juga engkau

salah satu dari kita

akan mendapat giliran pertama


Bandung, 18 Desember 2020




About the Famous Ayaat in the Qur'an: "inna ma'a al 'usri yusran"

Let me tell you something beautiful and amazing about a famous ayaat in the Qur'an: "inna ma'a al 'usri yusran."

It's simply translated: 

"Certainly, with hardship comes ease."

Let's take a deeper analysis about the grammar and the sentence structure. Please, bear with me. It might sounds complicated for you who don't know Arabic, but believe me it's just the very basic. Even though it is, we can see how the knowledge of Arabic can give us a certain nuance, the deeper one, to the meaning of the ayaats of the Qur'an.
 
First, we'll talk about the grammar (Nahw). 
In Arabic, an ism (person, place, thing, idea, adjective, adverb, and more) has 4 properties, i.e.,
1. Status: Raf', Nasb, Jarr
2. Number
3. Gender
4. Type:
a. Proper (specific). 
b. Common (not specific).
 
Back to the sentence:
"inna" means "certainly". It's called Harf of Nasb, and its victim is an ism in Nasb status.

In this sentence, its victim is the word (ism) "yusran", meaning "ease". So, "yusran" is in Nasb status. And, because it has tanween (or simply an "an" sound at its end), its status is common (unknown, not specific) and has magnification meaning. 

"ma'a" means "with". It's called special Mudaf. Let's just skip the detail about what it is. 

"al 'usri" means "the hardship". Its type is proper. So, "the hardship" is specific, known (because it has "al"), and not magnified (because it has no tanween). 

Then, we'll talk about sentence structure. 
In Arabic sentence structure (ism based), we have 3 components, i.e.:
1. Mubtada' (subject/topic),
2. Khabar (predicate/information)
3. Muta'alliq bil khabar (secondary predicate/MBK)

Back to the sentence:
Here, "inna" and its victim "yusran" is the Mubtada' (subject) 

And, "ma'a al usri" is MBK (secondary predicate). 

No khabar (predicate) in this sentence. 

Normally, the sentence starts with Mubtada' and then khabar, MBK, etc. But, here in this sentence, we have MBK first, and then a "delayed Mubtada". This flip/weird order gives a certain meaning, it creates the meaning of "only" to the sentence. 

So, with all the complicated things I just mentioned, here is the summary. 

"inna ma'a al usri yusran", in more complex translation will be:

"Certainly, with every known hardship there is (only comes) an ease that is unknown."

You don't even know what the ease gonna be, it's mysterious, but no doubt about it, for sure it's there. Just because you don't know, it doesn't mean that an ease doesn't exist. The hardship is not magnified. So, as big as you think a problem is, that's not big. And, the ease that is coming has been magnified. 

So, Allah is saying in this beautiful ayaat that hardship is limited and you can see the hardship but what you can't see is the ease. And the ease is so much bigger than the hardship. It's mysterious, unknown, and magnified. Allah is also saying some great mysterious ease is coming, but it would ONLY come with hardship. So, the ONLY reason you have hardship is so Allah can give you ease. 

More than that, Allah even says it twice, not just even once, in ayaat 5 and 6 of Surah Al Inshiraah (94th Surah, 30th juz).

A copy of the Qur'an opened for reading. (Wikipedia, https://www.flickr.com/photos/el7bara/45540389/)

Electromyography (EMG), Ketika Otot Rangka Manusia Menghasilkan Listrik

Sadarkah Anda bahwa setiap waktu tubuh Anda menghasilkan listrik? Listrik yang mengalir dalam tubuh kita dihasilkan oleh aktivitas sel-sel saraf (neuron) yang bertanggung jawab atas berbagai proses dalam tubuh, mulai dari ketika Anda berpikir dan membaca tulisan ini sampai ketika tangan Anda bergerak menggeser-geser layar pada telepon pintar Anda.

Dari sekian banyak aktivitas dalam tubuh kita yang dikendalikan oleh aktivitas sel-sel saraf, dalam tulisan ini saya akan bercerita mengenai electromyography (EMG), yaitu ketika sel-sel saraf mengendalikan otot-otot rangka (otot skeletal) sehingga menghasilkan listrik. Namun, sebelum itu, saya akan bercerita lebih dahulu, dari mana listrik-listrik tersebut berasal dan bagaimana sampai mereka bisa mengendalikan gerakan tubuh kita.

Dengan membaca tulisan ini, lain waktu ketika Anda menonton kompetisi lari olimpiade di televisi, Anda akan melihat lari sebagai sebuah fenomena yang berbeda dari sebelumnya, sebagai salah satu representasi paling mengagumkan melalui setiap desir aliran listrik yang menjalar dari sel-sel saraf dan sel-sel otot dalam tubuh manusia.

 


Ilustrasi olahraga lari. Usain Bolt, 100 m heats-2013 World championships Athletics in Moscow. (Erik van Leeuwen, Wikipedia).

Bagaimana Sel Saraf (Neuron) Menghasilkan Listrik?

Secara anatomi sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi (periferal). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Sistem saraf ini berfungsi menyatukan, memproses dan mengoordinasikan informasi yang ditangkap oleh pancaindra dengan perintah motorik (gerakan). Informasi yang ditangkap oleh pancaindra memberikan gambaran bagaimana kondisi bagian dalam dan luar tubuh. Sedangkan perintah motorik (gerakan) akan mengatur aktivitas organ periferal seperti jaringan otot.

Sistem saraf tepi merupakan perpanjangan dari sistem saraf pusat. Serabut  saraf tepi tersebar di seluruh bagian tubuh kecuali kuku dan rambut. Oleh karena itu, kuku dan rambut tidak bisa merasakan sakit. Fungsi dari sistem saraf tepi, antara lain sebagai saraf sensorik (merasakan melalui pancaindra), dan sebagai saraf motorik yang mengatur perintah gerakan otot.


Ilustrasi sel saraf (neuron) dan bagian-bagiannya. (US National Institutes of Health, National Institute on Aging, http://www.nia.nih.gov/alzheimers/publication/alzheimers-disease-unraveling-mystery/preface - Wikipedia).

Informasi dari seluruh sistem saraf, baik yang tertangkap oleh pancaindra maupun yang mengatur gerakan motorik, dikirimkan oleh sinyal listrik yang ditimbulkan oleh reaksi elektrokimia. Reaksi elektrokimia adalah reaksi kimia yang bisa menghasilkan arus listrik. Sel saraf dilingkupi oleh selaput yang bersifat selektif dalam melewatkan ion. Ion-ion yang penting dalam sistem saraf adalah Natrium (Na+), Kalium (K+), Kalsium (Ca2+), Klor (Cl-) dan molekul-molekul protein yang bermuatan negatif. Ion-ion ini dapat berpindah melalui selaput sel sehingga mempengaruhi tegangan listrik pada sel saraf. Sekarang Anda mulai terbayang kan, apa hubungannya nutrisi berupa mineral-mineral yang Anda peroleh dari makanan terhadap apa yang akan terjadi dalam tubuh Anda? Bisa saja misalnya Anda menjadi mudah lupa karena kekurangan mineral berupa Kalsium.

Pada saat sel saraf beristirahat, tegangan listrik pada bagian dalam sel lebih negatif dibandingkan bagian luarnya. Tegangan ini disebut tegangan istirahat, besarnya sekitar 70 miliVolt (miliVolt = seperseribu Volt). Hal ini disebabkan adanya perbedaan konsentrasi ion Na+ dan K+ yang menyebabkan suatu sistem pemompaan ion, yaitu tiga ion Na+ keluar dari sel saraf untuk setiap dua ion K+ yang masuk ke dalam sel saraf. Tegangan istirahat sebesar 70 miliVolt ini sangat kecil, 20 kali lebih kecil jika dibandingkan dengan tegangan listrik baterai AA sebesar 1,5 Volt yang biasa Anda pakai untuk jam dinding di rumah Anda.

Adanya rangsangan tertentu pada sel saraf menyebabkan timbulnya perubahan sementara tegangan listrik lokal. Kemudian, perubahan tegangan listrik sementara ini mungkin akan menghasilkan tegangan aksi berupa lonjakan listrik (impulse) yang menjalar sepanjang permukaan neuron ke sinapsis (lihat gambar sel saraf dan bagian-bagiannya di atas). Lalu, akan terjadi pelepasan bahan-bahan kimia yang disebut neurotransmitter pada sinapsis. Selanjutnya, informasi ini akan diproses oleh otak kita dengan menyatukan semua rangsangan untuk menghasilkan respons misalnya pada sel-sel otot berupa gerakan.

Tidak semua rangsangan dapat menghasilkan tegangan aksi. Tegangan aksi akan tercapai jika besarnya rangsangan yang diterima oleh tubuh kita berkisar antara 10-15 miliVolt, sehingga mampu mengubah tegangan istirahat (-70 miliVolt) menuju tegangan ambang batas (-55 miliVolt). Setelah mencapai ambang batas ini, besarnya tegangan aksi yang dihasilkan akan sama meskipun besarnya rangsangan melebihi yang dibutuhkan. Meskipun agak sulit untuk kita bayangkan, tapi dari tegangan listrik sekecil inilah semua gerakan tubuh kita bermula, mulai dari gerakan sederhana ketika Anda menggosok gigi di pagi hari sampai ketika atlet senam melompat di gelanggang dengan gerakan yang mengagumkan.

Bagaimana Listrik dari Sel Saraf (Neuron) diantarkan ke Otot?

Listrik dari sel-sel saraf selanjutnya akan melanglang buana menuju otot untuk menghasilkan apa yang kita sebut sebagai proses kontraksi dan relaksasi. Mekanisme kontraksi dan relaksasi inilah yang menghasilkan gerakan pada otot untuk mengendalikan pergerakan rangka anggota gerak pada tubuh kita, seperti tungkai dan kaki, lengan dan tangan, jari, dan sebagainya.

Kontraksi adalah suatu keadaan ketika serat-serat otot berada dalam keadaan bekerja (memendek), sedangkan relaksasi adalah kebalikannya, yaitu ketika serat-serat otot berada dalam keadaan istirahat (memanjang).

Rangsangan tunggal dari sel saraf menuju otot akan menghasilkan kontraksi tunggal dengan durasi waktu yang sangat singkat, yaitu sekitar 7-100 milidetik (mili detik = seperseribu detik). Untuk menghasilkan kontraksi otot yang berkelanjutan maka dibutuhkan rangsangan yang berulang. Proses kerja otot berlangsung dalam 3 tahap, yaitu permulaan kontraksi, kontraksi, dan relaksasi.

Pada tahap permulaan kontraksi, listrik berupa tegangan aksi yang menjalar dari sel saraf (neuron) tiba di sinapsis dan melepaskan neurotransmitter yang disebut acetylcholin (Ach). Ach lalu menyeberang dari sinapsis menuju sel otot yang menyebabkan ion Natrium (Na+) masuk ke dalam sel otot. Peningkatan jumlah ion ini kemudian menyebabkan meningkatnya tegangan listrik yang menjalar di sepanjang serabut-serabut otot. Peningkatan tegangan listrik ini akan menyebabkan dilepaskannya ion Kalsium (Ca2+) sehingga memicu terjadinya kontraksi.

 


Serabut otot dan bagian-bagiannya. (Foto: dokumen pribadi, Hesty Susanti).

Proses selanjutnya adalah tahap terjadinya kontraksi. Pada serat-serat otot, terdapat protein pengatur yang disebut troponin dan tropomyosin. Pada tahap kontraksi, ion Ca2+ akan terikat pada troponin, sehingga ikatan troponin-tropomyosin menjadi berubah yang mengakibatkan sisi aktif filamen tipis (actin) dari serat otot menjadi terekspos (terbuka). Selanjutnya, kepala filamen tebal (myosin) dari serat otot akan berinteraksi dengan filamen tipis (actin), keduanya tarik-menarik membentuk suatu jembatan. Interaksi antara filamen tebal dan filamen tipis dari serat otot inilah yang menyebabkan serat-serat otot berkontraksi (memendek) menarik rangka tubuh kita untuk menghasilkan suatu gerakan, (lihat gambar serabut otot dan bagian-bagiannya di atas).

Setelah bekerja, seperti mekanisme lainnya di alam ini, otot akan memasuki fase istirahatnya, atau yang kita kenal sebagai relaksasi. Pada tahap relaksasi, jumlah ion Ca2+ akan menurun dan berangsur-angsur lepas dari troponin. Lalu, sisi aktif filamen tipis serat otot yang tadinya terekspos (terbuka) akan kembali tertutup oleh tropomyosin. Selanjutnya, keadaannya akan kembali seperti semula, ketika otot berada dalam fase istirahatnya (relaksasi).

Apa itu Electromyography (EMG)?

Segala aktivitas sel-sel saraf yang menghasilkan listrik tadi, sampai terjadinya mekanisme kontraksi dan relaksasi otot yang menjadi alasan bagaimana kita bisa bergerak, selanjutnya dapat direkam menjadi suatu informasi yang bermanfaat.

Electromyography (EMG) adalah suatu metode perekaman sinyal listrik yang dihasilkan oleh otot-otot rangka menggunakan alat perekam yang disebut electromyograph dan hasil rekamannya disebut electromyogram. Istilah-istilah ini berasal dari tiga kata: electro yang berarti listrik, myo yang berarti otot, dan graphy yang berarti hal-hal yang berkaitan dengan tulisan atau dapat juga diartikan sebagai bidang keilmuan.

Sinyal listrik yang terekam oleh electromyograph berasal dari aktivitas listrik yang ditimbulkan oleh sel-sel saraf ketika otot berkontraksi maupun berelaksasi. Sinyal listrik tersebut berasal dari kumpulan sinyal fisiologis yang dibawa oleh sel-sel saraf motorik menuju serat-serat otot. Sel-sel saraf motorik berfungsi mengantarkan rangsangan berupa impulse (lonjakan listrik) dari sumsum tulang belakang hingga ke bagian neuron yang berhubungan langsung dengan serat otot. Kumpulan sel-sel saraf motorik beserta serat-serat otot ini disebut motor unit.

Perangkat electromyograph terdiri dari elektrode, sensor, perangkat perekam (encoder), dan perangkat lunak di komputer. Elektrode merupakan komponen yang direkatkan pada permukaan kulit dari otot yang ingin direkam sinyal listriknya. Salah satu jenis elektrode EMG yang paling banyak digunakan adalah jenis elektrode permukaan sekali pakai yang berbentuk cakram (surface disc snap electrode).

 


Sistem EMG yang terdiri dari, elektrode (6 dan 7), sensor (4), perangkat perekam/encoder (2), dan perangkat lunak (1). (Foto: dokumen pribadi, Hesty Susanti).


Salah satu metode peletakan elektrode permukaan adalah metode bipolar, di mana elektrode positif dan negatif diletakkan pada tonus otot (bagian paling tebal dari kumpulan serat otot) dengan jarak 1 cm, serta elektrode referensi diletakkan pada daerah netral berupa tonjolan tulang yang relatif jauh dari kedua elektrode lainnya. Tegangan listrik yang terekam merupakan selisih dari tegangan elektrode positif terhadap referensi dengan tegangan elektrode negatif terhadap referensi.

Sinyal listrik  yang  berasal dari aktivasi serat otot dan terdeteksi di sekitar elektrode disebut motor unit action potential (MUAP). Sinyal MUAP yang terekam oleh elektrode merupakan gabungan dari berbagai sinyal MUAP yang berada di sekitar elektrode.  Rentang amplitudo sinyal EMG, yaitu antara  0-10 miliVolt (peak to peak) atau 0-1,5 miliVolt (rms).

Selanjutnya sinyal listrik yang terekam oleh elektrode akan dikirimkan ke sensor, kemudian diproses lebih lanjut oleh bagian perekam (encoder). Proses pengolahan sinyal oleh encoder, antara lain, pemisahan sinyal listrik dari derau (noise), yaitu komponen sinyal pengganggu yang bukan berasal dari aktivitas otot, proses penguatan sinyal oleh amplifier, dan lain-lain. Sederhananya, encoder ini akan mengolah sinyal listrik yang dikirimkan dari elektrode sehingga benar-benar menjadi sinyal listrik otot murni yang mampu terbaca oleh perangkat lunak di komputer.

Pada gambar berikut, sinyal yang dilingkari merah dan biru adalah sinyal listrik EMG yang terekam ketika otot berkontraksi untuk melakukan gerakan tertentu, seperti menggenggam atau mengangkat beban dalam selang waktu tertentu.

  


Contoh rekaman sinyal EMG yang terbaca oleh perangkat lunak di komputer. (Foto: dokumen pribadi, Hesty Susanti).

 

Apa Manfaat Sinyal EMG?

Sinyal EMG dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, mulai dari diagnosis penyakit-penyakit yang berhubungan dengan saraf dan otot, sampai ke aplikasi dalam dunia olahraga, dan sistem interaksi manusia dan komputer (human-computer interaction). Dalam dunia kedokteran, misalnya EMG dapat digunakan untuk mendiagnosis gangguan menelan (dysphagia) pada pasien pasca stroke melalui analisis sinyal EMG yang terekam dari otot-otot di sekitar leher. Dalam dunia olahraga, sinyal EMG dapat dimanfaatkan untuk mempelajari tingkat kelelahan dan pemulihan otot-otot tertentu yang dominan digunakan untuk gerakan dalam olahraga tertentu.

Pengembangan selanjutnya hingga merambah ke sistem interaksi manusia dan komputer (human-computer interaction). Dalam bidang ini, sinyal EMG misalnya dapat digunakan untuk mempelajari pola gerakan (biomechanics) dan gestur manusia sebagai masukan (input) pada sistem interaksi manusia dan komputer. Aplikasinya bisa sangat beragam, mulai dari dunia gaming sampai bidang pertahanan.

Lain waktu ketika Anda menonton film fiksi sains, tidak menutup kemungkinan satu atau dua dekade setelahnya apa yang Anda tonton tadi menjadi kenyataan. Teknologi yang kita nikmati sehari-hari saat ini, termasuk yang bahkan tidak Anda sadari sebelumnya berasal dari mana, banyak di antaranya bermula dari khayalan dan kontemplasi mendalam dari apa-apa yang terjadi di alam, termasuk fenomena yang terjadi dalam tubuh kita sendiri. Maka, hiduplah dalam harmoni dengan alam karena sesungguhnya kita bukan entitas yang terpisah dan berdiri sendiri, kita adalah bagian dari alam itu sendiri.

Referensi:

1.    Cameron, John R. and Skofronick, James G. (1978): Medical Physics, John Wiley & Sons, USA.

2.    De Luca, C.J. (2006): Electromyography in Encyclopedia of Medical Devices and Instrumentation, Webster, John G., Editor, John Wiley Publisher, 98-109.

3.    De Luca, C.J. (2002): Surface Electromyography: Detection and Recording, Delsys Incorporated.


Artikel ini pertama kali terbit di Kumparan:

Electromyography (EMG), Ketika Otot Rangka Manusia Menghasilkan Listrik


Gastrofisika, Cara Baru Menikmati Makanan dengan Sains Pancaindra

Apa itu Gastrofisika?

Ketika mendengar kata ini, mungkin pikiran Anda akan tertuju kepada suatu bidang ilmu yang seringkali menjadi momok dalam kurikulum pelajaran hampir di seluruh dunia: fisika. Tak banyak anak-anak yang menyukainya, tak sedikit pula yang alergi terhadapnya. Tapi, tenang saja, apa yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini adalah sisi lain yang tidak berhubungan langsung dengan fisika.

Gastrofisika adalah suatu disiplin ilmu yang perkembangannya relatif baru dan definisinya pun belum disepakati sepenuhnya oleh para ahli. Perkembangan pesatnya baru berlangsung tak lebih dari satu dekade terakhir, ditandai dengan diadakannya simposium internasional pertama yang diadakan di Kopenhagen, Denmark pada 2012 yang khusus membahas mengenai bidang ini.

Gastrofisika berasal dari 2 kata, gastronomi dan fisika. Menurut Bapak Gastronomi dunia, Jean Anthelme Brillat-Savarin, dalam bukunya Physiologie du Goût (1825), gastronomi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan makan dan makanan. Saat ini, gastronomi dipakai sebagai suatu istilah yang lebih luas yang mencakup seni dan sains dalam memasak, termasuk sisi estetik, kualitas bahan mentahnya, teknik memasak dan penyajian makanan, rasa, serta sejarah dan budaya memasak.

 


Ilustrasi bahan makanan nabati dan hewani. (National Cancer Institute, Wikipedia).

Ketika digabungkan dengan kata fisika, gastrofisika menjadi sebuah disiplin ilmu baru yang menjadikan gastronomi sebagai inspirasi atau titik berangkatnya, lalu menggunakan ilmu-ilmu fisika untuk memahami fenomena alam di baliknya.

Namun, definisi ini kemudian berkembang lagi, tak terbatas hanya kepada aspek-aspek ilmu fisika saja. Meskipun titik berangkatnya masih sama (gastronomi), gastrofisika kini mencakup bidang yang lebih luas, antara lain kimia fisik, kimia, dan sain-sains yang berhubungan untuk memahami fenomena alam dibalik makan dan makanan, seperti menjelaskan aspek fisika dan kimia dari bahan mentah, proses pengolahan makanan, hingga respons pancaindra manusia ketika makan.

Gastrofisika sebagai Sains Pancaindra

Mengambil hanya satu aspek dari perkembangan gastrofisika yang semakin luas, dalam tulisan ini saya akan menceritakan bagaimana makan dan makanan ditinjau sebagai suatu pengalaman multi-indrawi (pancaindra) manusia. Salah satu cabang dari gastrofisika ini akan membawa kita ke dunia psikologi eksperimental yang akan mengamati bagaimana indra perasa, penciuman, penglihatan, pendengaran, dan peraba manusia berperan ketika kita menikmati makanan. Jadi, kali ini Anda tak perlu takut atau alergi, fisika akan undur diri untuk sementara.

Apakah Kita Menikmati Makanan Hanya dengan Lidah?

Jawabannya, tidak. Kalau saya menyebut hidung sebagai indra selain lidah untuk menikmati makanan, Anda tidak akan kaget. Tapi, mata, telinga, kulit? Terdengar aneh dan membuat penasaran, bukan?

Dalam bukunya yang diterbitkan pada 2017 berjudul Gastrophysics: The New Science of Eating, Prof. Charles Spence dari Universitas Oxford, Inggris membahas makan sebagai pengalaman multi-indrawi melalui pengamatan-pengamatan eksperimentalnya terhadap respons indrawi manusia ketika makan, dengan merekayasa makanan/minuman dan/atau lingkungan di sekitarnya sedemikian rupa untuk memancing respons indra tertentu. Pengalaman masing-masing pancaindra ini tidak berdiri sendiri, mereka berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain pada saat yang sama ketika Anda menikmati makanan/minuman.

Rasa oleh Lidah dan Hidung

Ada 5 rasa utama yang dikenali oleh lidah manusia: manis, pahit, asin, asam, dan umami. Rasa umami mungkin tidak sefamiliar 4 rasa lainnya. Tetapi, secara bebas dan sederhana, umami bisa diterjemahkan sebagai rasa seperti rasa “micin” atau penyedap rasa. Pada makanan alami, misalnya bisa kita temukan pada jamur, keju, fermentasi ikan, fermentasi kacang-kacangan, tomat, dan lain-lain. Kelima rasa ini dirasakan oleh indra pengecap yang terdapat pada lidah kita. Teori lama mengatakan bahwa bagian lidah tertentu bertanggung jawab terhadap rasa tertentu. Namun, ternyata penemuan terbaru menyebutkan bahwa pengalaman rasa yang dikecap oleh lidah adalah pengalaman simultan yang tidak dapat dibagi-bagi pada area lidah tertentu.

Persepsi 5 rasa ini pada saat yang bersamaan sangat dipengaruhi oleh indra penciuman kita. Suatu makanan/minuman akan benar-benar terasa manis, pahit, asin, asam, dan umami ketika hidung kita mencium aromanya. Aroma makanan ini akan tercium mulai dari ketika makanan/minuman tersebut tersaji di depan Anda, sampai ketika makanan/minuman tersebut dikunyah dalam mulut Anda. Itulah sebabnya ketika Anda sedang flu dan penciuman Anda terganggu, makanan akan terasa hambar dan cita rasanya tak setajam yang Anda rasakan ketika Anda sehat.

Bagaimana Makan dengan Mata, Telinga, dan Indra Peraba?

Rasa makanan/minuman yang kita persepsikan dengan lidah dan hidung sebagai stimulus universal yang menimbulkan rasa bahagia, tak lepas pengaruhnya dari apa yang kita lihat, dengar, dan rasakan dengan sentuhan.

Bentuk dan warna makanan/minuman, bagaimana cara penyajiannya, termasuk bentuk dan warna wadah penyajiannya mempengaruhi persepsi kita terhadap makanan/minuman tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan misalnya makanan yang disajikan dengan piring berwarna merah dapat menurunkan nafsu makan, karena otak kita mengasosiasikan warna merah sebagai tanda bahaya atau berhenti. Prof. Charles Spence dalam salah satu penelitiannya, menguji salad dengan komposisi bahan yang sama (informasi ini tidak diketahui oleh responden), namun disajikan dengan cara biasa dan cara artistik menyerupai lukisan abstrak. Ternyata, para responden jauh lebih tertarik untuk menikmati salad yang kedua dan persepsi mereka pun mengatakan bahwa salad kedua terasa jauh lebih enak.



Ilustrasi penyajian makanan. (Jacques Lameloise, Wikipedia).

Hal menarik lainnya, ide mengenai “bumbu suara” (sonic seasoning). Prof. Charles Spence dan tim risetnya menemukan bahwa dengan mendengarkan musik-musik dengan pola irama tertentu, ternyata persepsi kita terhadap rasa manis, asam dan pahit dapat meningkat hingga 15%. Begitu pula ketika suatu makanan khas daerah tertentu disajikan dengan musik khas daerah tersebut, akan terasa lebih otentik dibandingkan jika makanan yang sama disajikan dengan musik lain atau tanpa musik sama sekali. Bunyi renyah yang kita dengar ketika kita mengunyah makanan tertentu ikut mempengaruhi pula persepsi kita tentang rasa karena otak kita umumnya mengasosiasikan renyah dengan tingkat kesegaran bahan makanan, terutama untuk buah-buahan dan sayur-sayuran.

Bagaimana dengan sentuhan oleh indra peraba kita?

Persepsi rasa makanan juga dipengaruhi oleh sensasi yang dirasakan oleh kulit kita. Sebagai contoh, berdasarkan penelitian, ternyata makanan akan terasa lebih enak jika disajikan dengan sendok/garpu yang lebih berat karena otak kita mengasosiasikan berat dengan kualitas. Pada saat yang sama, makanan yang disajikan di dalam mangkuk yang kita pegang (bukan diletakkan di atas meja) membuat kita merasa lebih cepat kenyang meskipun porsinya sedikit.

Rasa sebagai pengalaman pancaindra yang diterjemahkan oleh otak kita bukan suatu kesimpulan yang kita peroleh hanya pada saat kita menikmati makanan. Rasa dipengaruhi pula oleh pengalaman kita sebelumnya sehingga membentuk ekspektasi kita.

Contoh sederhananya, ketika Anda menikmati eskrim stroberi, kita akan mengasosiasikan rasa es krim tersebut dengan rasa manis, asam, aroma buah stroberi, warna merah, dan sebagainya. Satu saja ekspektasi ini berubah, pengalaman rasa yang Anda  nikmati akan berubah. Belum lagi jika Anda melibatkan nostalgia di dalamnya, misalnya pengalaman masa kecil yang mengingatkan Anda ketika kakek Anda membelikan es krim stroberi setiap Anda berkunjung ke rumahnya.

Mengapa Penting untuk Menikmati Makanan dengan Khusyuk?

Makanan adalah kebutuhan dasar manusia untuk tetap hidup, semua orang tahu tentang ini. Tetapi, seberapa banyak orang yang benar-benar menghargai makanan? Makan adalah pengalaman universal, tapi pada saat yang sama merupakan pengalaman paling personal.

Makan dan makanan merupakan salah satu “bahasa” pertama yang kita pelajari. Ketika kita masih bayi, kita makan sebelum kita berpikir, sebuah tindakan alamiah tanpa sadar yang didorong oleh insting untuk bertahan hidup. Kemudian, ketika tumbuh semakin dewasa, makan menjadi suatu tindakan sadar namun tetap mempunyai sisi tak sadar di dalamnya.

Sederhananya seperti ini. Ketika Anda lapar dan tersedia makanan di depan Anda, sebelum memutuskan untuk makan, ada keinginan dan pilihan sadar yang berkelindan dalam pikiran Anda. Lalu, ketika Anda makan, proses-proses selanjutnya sudah seperti otomatis saja, Anda mengunyah makanan antara sadar dan tak sadar, termasuk menikmatinya dengan 2 indra utama: lidah dan hidung. Sisanya? Sepenuhnya dikendalikan oleh saraf-saraf tak sadar ketika makanan masuk ke kerongkongan dan dicerna oleh perut Anda.

Di lihat dari sisi lain, makan dan makanan adalah salah satu hubungan manusia paling dekat dengan alam. Jadi, apa dan bagaimana kita makan tidak hanya mempengaruhi kesehatan kita saja, tetapi akan sangat mempengaruhi pula alam di sekitar kita dan bumi secara keseluruhan.

Menikmati makanan dengan khusyuk akan mendorong kita untuk menjadi manusia yang sadar akan tindakan kita ketika makan. Tahu batas kapan berhenti, tidak terjebak menjadi rakus, serta sadar memilih makanan apa dan berapa jumlahnya yang baik untuk tubuh kita sekaligus baik untuk alam sekitar. Namun, pada saat yang sama, kita juga akan menghargai makan sebagai suatu bahasa cinta, ungkapan rasa syukur, dan pengalaman yang dapat dinikmati sepenuhnya oleh seluruh pancaindra, tanpa rasa bersalah atau bahkan membenci makanan tertentu.

Dalam aspek ini, gastrofisika memberikan harapan baru bagi kita untuk menyikapi permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pola makan dan nutrisi, misalnya obesitas, kurang gizi, limbah makanan, serta konsep keberlanjutan (sustainability) yang berhubungan dengan kelestarian lingkungan. Rekayasa terhadap cara kita mempersepsikan makanan dengan seluruh pancaindra dapat membantu kita mengubah pola makan menjadi lebih sehat, tak hanya untuk tubuh kita, tetapi juga lingkungan kita.

Lain waktu, ketika Anda menikmati semangkuk soto di depan Anda, pernahkah Anda berpikir, bagaimana Anda menghargai cita rasa soto tersebut sebagai sebuah pengalaman pancaindra yang menyenangkan, menyehatkan tubuh dan lingkungan sekitar, serta memancing tumbuhnya rasa syukur Anda?

Referensi:

1.  Spence, Charles (2017): Gastrophysics: The New Science of Eating. VIKING, Penguin Random House LLC, New York, USA.

2.    Steel, Carolyn. (2020): Sitopia: How Food Can Save the World. VINTAGE, Penguin Random House UK, London, UK.

3.   Mouritsen, Ole G. (2012): The Emerging Science of Gastrophysics and Its Application in the Algal Cuisine. Flavour 1(1): 6.

4.    Mouritsen, Ole G., Risbo, Jens. (2013): Gastrophysics-Do We Need It? Flavour 2(1): 3.

5.  Top Chef Charles Michel: We Should Eat with Our Hands. https://www.stuff.co.nz/life-style/food-wine/113533300/top-colombian-chef-charles-michel-heading-to-wellington-for-handson-experiences

6. A Guide to Conscious Eating. https://charlesxmichel.com/consciouseating


Artikel ini pertama kali terbit di Kumparan: