Propinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah sejak lama identik sebagai penghasil timah. Komoditas tambang berharga ini telah mewarnai ratusan tahun periode kehidupan sosial masyarakat di daerah ini. Menurut data dari Commodity Research Unit tahun 2005, kontribusi Bangka Belitung sekitar 90.000 ton dari sekitar 333.900 ton timah dunia.
Sebelum timah ditemukan, Bangka Belitung dipandang sebelah mata oleh para penguasa. Penambangan timah dimulai pada abad ke 18 ketika orang-orang Tionghoa mulai berdatangan. Karena kandungan bijih timah yang kaya, Bangka Belitung seolah menjadi barang dagangan yang diperebutkan oleh berbagai bangsa. Sebut saja Inggris, Belanda dan Kesultanan Palembang. Sampai pada masa penjajahan Belanda, pertambangan timah di Pulau Bangka dikelola oleh badan usaha pemerintah kolonial “Banka Tin Winning Bedrijf” (BTW). Sedangkan di Belitung dan Singkep dikelola oleh perusahaan swasta Belanda, masing-masing Gemeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Biliton (GMB) dan NV Singkep Tin Exploitatie Maatschappij (NV SITEM).
Setelah kemerdekaan RI, ketiga perusahaan Belanda tersebut dinasionalisasikan antara tahun 1953-1958. Pada tahun 1961 dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Tambang-tambang Timah Negara (BPU PN Tambang Timah) untuk mengkoordinasikan ketiga perusahaan negara tersebut. Pada tahun 1968, ketiga perusahaan negara dan BPU tersebut digabung menjadi satu perusahaan yaitu Perusahaan Negara (PN) Tambang Timah.
Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 9 Tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1969, pada tahun 1976 status PN Tambang Timah dan Proyek Peleburan Timah Mentok diubah menjadi bentuk Perusahaan Perseroan (Persero) yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dan namanya diubah menjadi PT Tambang Timah (Persero).
Krisis industri timah dunia akibat hancurnya The International Tin Council (ITC) sejak tahun 1985 memicu perusahaan untuk melakukan perubahan mendasar untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Restrukturisasi perusahaan yang dilakukan dalam kurun 1991-1995, yang meliputi program-program reorganisasi, relokasi Kantor Pusat ke Pangkalpinang, rekonstruksi peralatan pokok dan penunjang produksi, serta penglepasan aset dan fungsi yang tidak berkaitan dengan usaha pokok perusahaan. Saat ini PT Timah (Persero) Tbk dikenal sebagai perusahaan penghasil logam timah terbesar di dunia, 35 persen saham perusahaan dimiliki oleh masyarakat dalam dan luar negeri, dan 65 persen sahamnya masih dimiliki oleh Negara Republik Indonesia.
Bandung, 21 Februari 2008
[dari berbagai sumber]
No comments:
Post a Comment