Catatan perjalanan di musim dingin, 20-31 Desember 2013
Rel-rel baja berdecit-decit digilas roda kereta, ratusan kilometer memanjang berliku-liku seperti tak putus-putus. Kabut pagi menyelimuti punggung-punggung bukit yang telah ditinggalkan daunnya. Alam membisu tatkala rona jingga perlahan merekah, memecah kebisuan pagi, menandai awal hari. Aku ingin menemuimu dalam setiap perjalanan, seperti janji kita dulu. Maka, tunggulah keretaku menyeruak senja di bibir telaga, ujung barat daya.
Rel-rel baja berdecit-decit digilas roda kereta, ratusan kilometer memanjang berliku-liku seperti tak putus-putus. Kabut pagi menyelimuti punggung-punggung bukit yang telah ditinggalkan daunnya. Alam membisu tatkala rona jingga perlahan merekah, memecah kebisuan pagi, menandai awal hari. Aku ingin menemuimu dalam setiap perjalanan, seperti janji kita dulu. Maka, tunggulah keretaku menyeruak senja di bibir telaga, ujung barat daya.
~Journal Footage Day 0, Bochum, Refleksi Awal Perjalanan~
Jumat telah purna bersama purnama yang perlahan luruh. Sabtu belum sepenuhnya utuh. Stasiun masih sepi ketika seekor merpati mengais remah-remah roti, masih terlalu pagi.
~Journal Footage Day 1, Koblenz, (Belum) Separuh Perjalanan~
~Journal Footage Day 1, Koblenz, (Belum) Separuh Perjalanan~
Kereta berkelok-kelok menembus fajar, menyibak gelap yang membuntutiku sedari tadi. Namun, rona jingga cakrawala serta merta direnggut kabut yang mengawang rendah. Matahari menelusup sebilah demi sebilah, luntur di bibir bukit sebelah tenggara. Benteng-benteng kokoh menyembul-nyembul di puncak-puncak bukit cemara. Ladang anggur telah gugur, tertidur. Lalu, perlahan riak-riak telaga dipermainkan biduk. Camar-camar terbang labuh, menutup sore nan lusuh.
~Journal Footage Day 1.5, Bodensee, Konstanz, Kabut Hutan Cemara~
Pagi masih teramat muda, halimun menguap di permukaan telaga. Punggung-punggung Pegunungan Alpen berbaris-baris diselimuti salju, kokoh, dingin, kelabu. Di sini, musim dingin memang jarang menipu dan kereta kami pun terus melaju.
~Journal Footage Day 2, Konstanz-Lindau-Füssen, Menyusuri Telaga Para Raja~
Tumpukan salju membisu, menyambut kaki-kaki para pejalan dari negeri-negeri jauh. Bangunan klasik masih berdiri kokoh hampir di setiap sudut kota. Tebing-tebing karang berkelok-kelok dibelah biru zamrud Sungai Lech nan jernih. Di sini, waktu bagai berhenti dan mampu diputar kembali, zaman seperti enggan berganti.
~Journal Footage Day 2.5, Füssen, Persinggahan Kedua~
Masih terang tanah selepas subuh, bus membawa kami melintasi padang-padang bersalju. Bukit-bukit batu nan kokoh tersiram matahari yang perlahan muncul dari celah-celah pepohonan. Dari kejauhan samar-samar kastil-kastil nan cantik menampakkan kemegahannya. Di sini, dulu sekali, raja-raja Bavaria pernah berkuasa. Mereka membangun istana-istana di atas bukit, jurang-jurang terjal menganga di penjuru sisinya. Di balik tembok-tembok benteng nan angkuh, aku masih tak paham, apa sesungguhnya yang mereka cari.
~Journal Footage Day 3, Hohenschwangau (Schloßer), Menyusuri Istana di Bibir Tebing~
Bavaria menyimpan sejarah panjang kekuasaan raja-raja. Kini, salah satu kotanya telah bertransformasi menjadi metropolitan yang menjadi jantung ekonomi wilayah Jerman bagian selatan dan sekitarnya. Petualangan bagian pertama musim dingin ini berakhir di München, metropolitan klasik yang denyutnya terus berdetak hingga hari ini, seiring zaman berganti. Matahari perlahan terbenam mencumbu bibir cakrawala saat kaki-kaki kami menyusuri tepian Sungai Isar. Dan akhirnya aku tahu bahwa dalam setiap perjalanan, akan selalu ada kenangan baru, seperti kenangan masa kecilku tentang mimpi hari ini.
~Journal Footage Day 4, München, Very Busy Munich~
Dalam perjalanan, aku bertemu banyak orang, banyak kejadian, pun kenangan bersama sahabat-sahabat seperjalanan. Dalam deru kereta, bus dan langkah kakiku, aku pun menemukan diriku. Seiring hari berganti, senja kian menua, lalu entah berapa lagi usia yang tersisa.
~Journal Footage Day 5, München-Augsburg-Stuttgart-Karlsruhe-Mannheim-Köln-Duisburg, Menuju Kampung Halaman, Tepian Ruhr-Rhein~
I won't stay forever, but I'll always call it home, because home is where the heart is.
~Journal Footage Day 1 part 2, Nijmegen, Second Home~
Sejauh mata memandang hanya laut biru. Wahai angin, penuhilah paru-paruku. Ingin kuhabiskan waktuku terombang-ambing di atas perahu. Wahai Nahkoda, antarkan aku berlayar ke laut biru.
~Journal Footage Day 2 part 2, Volendam, Sepucuk Sore di kampung Nelayan~
Matahari baru tergelincir lepas tengah hari. Antrian panjang tak putus-putus jauh hingga ke luar pagar. Sepeda lalu lalang melewati gerbang Rijksmuseum. Ibu kota tua ini gagah sekaligus cantik, pesonanya seperti tak pernah hilang. Maka pada suatu hari nanti, tunggulah Kawan, aku akan kembali.
~Journal Footage Day 3 part 2, Amsterdam, Riuh Museum di Ibu Kota~
"Berjalanlah, maka engkau akan menemukan dirimu sendiri." Perjalanan sebelas hari ini telah mengajarkanku akan banyak hal. Aku menumpang tidur di stasiun yang dingin, di kereta yang ramai, di bus yang sempit, di Islamic Center yang hangat, atau hostel murah meriah dengan pelayan yang ramah. Aku juga menginap di rumah para sahabat. Lalu aku makan apa saja dan di mana saja selama masih halal, sekedar untuk mengusir rasa lapar. Dalam segala keterbatasan waktu, tempat, tenaga dan kelapangan, sesungguhnya aku telah belajar untuk menaklukkan diriku sendiri. Karena hidup adalah perjalanan yang sesungguhnya, maka langkahku masih belum berhenti. Mimpiku masih kugantungkan tinggi-tinggi, tanganku masih menggapai-gapai, kakiku masih melompat dan terus berlari. Semoga sisa usia ini kiranya bermanfaat dan tak sia-sia. Ketika tiba waktunya nanti, aku pun akan bepergian lagi, sendiri, seperti dulu sekali ketika pertama kali Ibu mengantarkanku ke dunia ini.
~11 Days Winter Journey 2013, Nothing to Declare: Home~
2 comments:
Maktjik.. rumah Nijmegen masih terbuka sampai awal Maret nanti :)
Salam,
Tante.
asiiiik :D
Post a Comment