Pada gagasan tentang kemerdekaan, terkandung pula di dalamnya kebebasan berpikir. Jika engkau masih merasa takut untuk membaca buku-buku tertentu atau menyimak pembicaraan orang-orang tertentu karena kekhawatiran akan terpengaruh, bukan karena pilihan sadar masalah kesukaan saja, artinya engkau belum sepenuhnya berkuasa atas pikiranmu sendiri. Untuk sampai pada tahap ini, memang tidak serta merta terjadi begitu saja. Aku sendiri berproses sejak belia untuk memapar diriku sendiri dengan beragam pemikiran, tak peduli apapun pendapat orang tentang pemikiran-pemikiran tersebut. Aku lebih memilih untuk mencoba menyelaminya sendiri, membaca, mempelajari, menganalisis, membandingkan, berdiskusi dengan banyak orang, lalu memutuskan pada akhirnya, apakah pemikiran-pemikiran tersebut akan bersemayam dalam kepalaku sebagai sekadar pengetahuan saja, atau sebagai gagasan yang lebih besar untuk kuanut, tak terkecuali untuk masalah agama.
Mungkin terdengar liar dan berbahaya untuk sebagian orang, tapi tidak untuk kedua orang tuaku. Sejak kecil, aku dan abangku dibebaskan oleh mereka untuk memilih, untuk berpikir dan berpendapat, namun tentu dengan arahan-arahan yang kadarnya mereka atur sedemikian rupa, tidak mengekang tapi tidak pula lepas kendali, sampai pada saatnya ketika mereka yakin, aku dan abangku bisa berdiri sendiri. Dulu, kupikir, perlakuan yang kuterima ini biasa saja, tak ada yang istimewa, tapi semakin jauh aku merantau, semakin banyak orang yang kukenal, aku mendapati ternyata tak banyak anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan sepertiku, terlebih pula untuk seorang perempuan yang dibesarkan di dunia timur.
Di rumah kami dulu, aku membaca macam-macam buku, dari literatur tasawuf milik kakekku, novel-novel klasik dan modern, sampai komik milik abang sepupuku. Aku memilih pula untuk berpindah-pindah sekolah karena ternyata tak semua guru bisa berdamai dengan pertanyaan-pertanyaan kritisku. Konsekuensi positifnya aku bisa mengenal semakin banyak kawan dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, etnis, budaya, dan agama. Aku ingin melihat dunia dari kacamata mereka yang berbeda dariku dan itu tidak kurang menyenangkannya dari kesukaanku melahap buku-buku.
Kemerdekaan berpikir adalah anugerah yang mesti kurawat baik-baik karena ia adalah pedang bermata dua. Intelektualitas hanya satu dari tiga komponen yang membentuk manusia serta membedakannya dari binatang. Manusia adalah makhluk biologis, intelektual, sekaligus spiritual. Timpang salah satunya saja, tak akan pernah baik kesudahannya. Maka, pada akhirnya, perjalanan hidup kita tak lain adalah petualangan tak henti-henti dalam menyeimbangkan ketiganya sejak kali pertama Ibu mengantarkan kita ke dunia, hingga napas terakhir kelak mengembus dari dalam dada.
Bandung, 9 Februari 2021.
No comments:
Post a Comment