Thursday, April 08, 2021

Brain-Computer Interface, Mengendalikan Kursi Roda Hanya dengan Pikiran

Setiap dari kita pasti akan mengalami proses penuaan. Salah satu efek yang paling dirasakan karena proses penuaan adalah terjadinya penurunan fungsi tubuh, baik secara fisik maupun mental. Proses alami ini menyebabkan para manula menjadi bergantung kepada orang lain untuk melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk fungsi motorik seperti berjalan.

Dalam hal ini, teknologi brain-computer interface (BCI) atau antarmuka otak-komputer hadir untuk membantu orang-orang yang mengalami gangguan motorik (kemampuan bergerak) atau kelumpuhan akibat proses penuaan, atau kecelakaan yang menyebabkan cedera pada sistem saraf, atau penyakit-penyakit yang berhubungan dengan saraf, misalnya stroke, cerebral palsy, amyotrophic lateral sclerosis (ALS), dan lain-lain.


Ilustrasi sistem Brain-Computer Interface (BCI). (Foto: pixabay).

Dalam tulisan ini, saya akan bercerita bagaimana teknologi BCI dapat menghubungkan otak manusia dan komputer, lalu memproses dan mengirimkan perintah-perintah dari otak tersebut ke perangkat eksternal untuk melakukan fungsi-fungsi tertentu, misalnya gerakan. 

Bagaimana Cara Mengekstrak Informasi Perintah dari Otak?

Otak adalah salah satu organ paling penting dalam tubuh kita. Ia berperan layaknya seperti “komputer” yang menjadi pusat pengendalian berbagai sistem tubuh lainnya, mulai dari ketika Anda berpikir dan memilih baju warna apa yang akan Anda pakai, sampai ketika Anda berbicara, atau menyetir mobil. Karena fungsi yang sangat vital ini, otak membutuhkan energi yang sangat besar. Hampir seperlima dari energi yang kita peroleh dari makanan digunakan oleh tubuh untuk kebutuhan otak.

Segala proses yang terjadi di dalam otak dikendalikan oleh aktivitas listrik dari sel-sel saraf (neuron). Anda bisa membaca artikel saya sebelumnya untuk mengetahui bagaimana sel-sel saraf menghasilkan listrik, pada tautan berikut:

Electromyography(EMG), Ketika Otot Rangka Manusia Menghasilkan Listrik

Pada orang-orang dengan gangguan motorik atau kelumpuhan, biasanya terjadi gangguan pada sel-sel saraf motorik yang menghubungkan otak dengan otot sebagai organ motorik. Jadi, sederhananya, perintah dalam bentuk sinyal-sinyal listrik yang dikirimkan dari otak tidak sampai ke otot. Meskipun orang tersebut misalnya ingin melangkahkan kaki, otaknya sudah berpikir untuk melakukan itu, tapi kakinya tidak dapat digerakkan.

Dalam kondisi ini, teknologi BCI dapat dimanfaatkan untuk “mengambil alih” informasi perintah dari otak tadi untuk kemudian dihubungkan dengan komputer. Informasi perintah dari otak merupakan representasi aktivitas listrik dari sel-sel saraf, sehingga dapat diekstrak dalam bentuk sinyal-sinyal listrik. 

Untuk melakukan hal ini, dikenal suatu metode yang disebut EEG (electroencephalography), yaitu suatu teknik perekaman sinyal listrik dari otak. EEG berasal dari 3 kata, yaitu electro yang berarti listrik, encephalo yang berarti hal-hal yang berhungan dengan otak, dan graphy yang berarti hal-hal yang berhubungan dengan tulisan atau bisa juga diartikan sebagai bidang keilmuan.

Berdasarkan cara mengekstrak informasi dari otak, teknologi BCI dapat dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu non-invasif dan invasif. Pada BCI non-invasif, elektrode EEG diletakkan pada permukaan kulit kepala tanpa melukai (non-invasif). Sedangkan pada BCI invasif, elektrode EEG diletakkan langsung pada permukaan otak sehingga dokter perlu melakukan prosedur pembedahan pada kepala. BCI invasif ini dikenal juga dengan electrocorticography (ECoG) atau intracranial electroencephalography (iEEG).

Sinyal-sinyal listrik yang dideteksi oleh elektrode ini kemudian dikirimkan ke sensor dan perangkat encoder EEG. Selanjutnya, pada encoder EEG akan dilakukan proses pengolahan sinyal, antara lain, pemisahan sinyal listrik dari derau (noise), yaitu komponen sinyal pengganggu yang bukan berasal dari aktivitas otak, proses penguatan sinyal oleh amplifier, dan lain-lain. Sederhananya, encoder ini akan mengolah sinyal listrik yang dikirimkan dari elektrode sehingga benar-benar menjadi sinyal listrik otak murni yang mampu terbaca oleh perangkat lunak di komputer. Pada tahap ini, otak dan komputer sudah bisa terhubung dengan baik.

Dari Komputer ke Perangkat Eksternal (Kursi Roda)

Langkah selanjutnya adalah menghubungkan informasi perintah dari otak dalam bentuk sinyal-sinyal listrik EEG yang sudah terkumpul di komputer tadi ke perangkat eksternal, misalnya dalam hal ini kursi roda. Sebelum itu, sinyal-sinyal EEG tadi perlu diolah lebih lanjut agar bisa diterjemahkan menjadi perintah-perintah gerakan pada kursi roda.

Sinyal-sinyal EEG tadi akan diklasifikasikan (dipilah-pilah) dan diproses lebih lanjut untuk menentukan sinyal mana yang benar-benar merepresentasikan perintah motorik dari otak. Bagian otak yang bertanggung jawab untuk memberikan perintah gerak motorik adalah pada bagian motor cortex, yang berada pada bagian frontal lobe (kepala bagian depan atas).

Metode pengolahan sinyal EEG sangat beragam, mulai dari pengolahan sinyal dalam domain frekuensi maupun domain waktu. Para peneliti berusaha untuk mengembangkan algoritme-algoritme tertentu agar sistem yang dihasilkan menjadi semakin cerdas. Dalam perkembangan terakhir, sistem pengolahan datanya sudah melibatkan metode-metode machine learning yang lebih canggih. 

Selanjutnya, setelah berhasil diklasifikasikan dalam bentuk perintah motorik/gerakan, informasi dari sinyal-sinyal EEG ini akan dikirimkan ke kursi roda untuk menggerakkannya. Misalnya, gerakan maju, mundur, berbelok, menghindari rintangan, dan sebagainya. Proses pengiriman informasi dari komputer ke kursi roda ini dapat dilakukan dengan kabel maupun nirkabel. Selain itu, komputer yang bertugas mengolah dan mengklasifikasikan informasi dari sinyal-sinyal EEG tadi dalam perkembangannya sudah banyak yang disatukan langsung dengan perangkat encoder EEG-nya, sehingga perangkatnya menjadi jauh lebih kecil dan ringkas.


Ilustrasi kursi roda dengan teknologi BCI. (Diwakar Vaish, the inventor of the wheelchair during press ceremony. Jasonprost. Wikipedia).

Dengan teknologi BCI ini, penyandang disabilitas yang mengalami gangguan motorik pada kaki dan/atau tangan dapat dibantu dengan kursi roda yang digerakkan dengan perintah otak. Pasien hanya perlu duduk pada kursi roda tersebut dan berpikir/berkehendak untuk melakukan gerakan-gerakan maju, mundur, belok, dan sebagainya. Selanjutnya sistem BCI yang terintegrasi dengan kursi roda tersebut yang akan melakukan gerakan-gerakannya. Intinya, selama otak pasien masih sehat, fungsi kaki dan tangannya dapat “diambil alih”  oleh kursi roda BCI ini. 

Perkembangan Teknologi BCI

Selain untuk membantu penyandang disabilitas dengan kursi roda BCI, teknologi ini dapat pula dimanfaatkan untuk keperluan lainnya. Misalnya, evaluasi dari sinyal EEG dapat digunakan untuk penanganan cedera pada sum-sum tulang belakang atau kelainan neurologi lainnya, misalnya migrain, sakit kepala pada bagian tertentu, atau dapat pula dikembangkan sebagai neuroprosthetic. 

Dalam perkembangan lain, teknologi BCI dapat dimanfaatkan untuk pengenalan suara ucap (speech recognition) secara otomatis. Dengan teknologi ini, sistem BCI dilatih untuk mengenali sinyal otak yang representatif untuk mengenali pola suara ucap sehingga dapat membantu orang-orang dengan gangguan wicara. 

Teknologi BCI termasuk salah satu teknologi mutakhir yang perkembangannya sangat pesat. Laporan dari Frost & Sullivan menyebutkan bahwa segmen pasar BCI secara global mencapai lebih dari 1 miliar USD. Segmen ini meliputi aplikasi dalam bidang kesehatan, hiburan dan gaming, neuromarketing, dan pelestarian lingkungan. Untuk saat ini, bidang kesehatan masih menempati lebih dari 50% dari total segmen pasar BCI secara global.

Tantangan global terutama di negara-negara maju di mana komposisi penduduk usia manula yang semakin dominan menjadi salah satu pemicu perkembangan teknologi BCI untuk bidang kesehatan ini. Lagi-lagi, pemanfaatan teknologi dalam berbagai bidang harus senantiasa diiringi kesadaran penuh akan usaha untuk menyeimbangkan manfaat dan risiko negatif yang mungkin timbul. 

Pemanfaatan BCI dalam bidang kesehatan diharapkan mampu membantu lebih banyak lagi para manula dalam menjalani keseharian mereka. Karena fase kehidupan sesungguhnya berputar dalam suatu siklus. Ketika lahir kita berada dalam keadaan lemah, kemudian tumbuh semakin kuat ketika dewasa, lalu dikembalikan lagi ke keadaan lemah pada usia senja. 

Referensi

1.Belkacem, A.N., Jamil, N., Palmer, J.A., Ouhbi, S., and Chen, C. (2020): Brain Computer Interface for Improving the Quality of Life of Older Adults and Elderly Patients. Frontiers in Neuroscience, 14: 692.

2.Mahmood, M., et al. (2019): Fully Portable and Wireless Universal Brain-Machine Interfaces Enabled by Flexible Scalp Electronics and Deep Learning Algorithm. Nature Machine Intelligence, 1: 412-422.

3.Tareq, Z., Zaidan, B.B., and Suzani, M.S. (2018): A Review of Disability EEG based Wheelchair Control System: Coherent Taxonomy, Open Challenges and Recommendations. Computer Methods and Programs in Biomedicine.

4.Brain-Computer Interface Hold a Promising Future. https://aabme.asme.org/posts/brain-computer-interface-the-most-investigated-areas-in-health-care-hold-a-promising-future

 Artikel ini pertama terbit di Kumparan:

Brain-Computer Interface, Mengendalikan Kursi Roda Hanya dengan Pikiran

No comments: