Berdiri di antara bayang-bayang yang condong ke barat di waktu pagi, kudengar desir aliran darahku sendiri. Darah yang kubawa serta dari tanah tembuni, yang cabang-cabangnya sunyi mengalir ke laut. Mungkin desirnya mengandung petir dan badai, mungkin pula mengandung teduh selepas hujan.
Yang aku tahu, mereka senantiasa menggema, dipantul-pantulkan oleh dinding tembus pandang yang kunamai sukma. Dari balik dinding itu, aku melihat engkau berjalan lalu lalang, menyela pergiliran pagi dan petang. Aku sampai hafal, di tikungan mana engkau akan berbalik arah, pada bait adzan ke berapa langkahmu menaiki anak tangga. Engkau menjelma dalam aliran sunyi desir darahku, menjadi teka-teki yang tak ingin aku pecahkan.
Di dunia ini, banyak hal yang tak perlu ada jawabnya. Tak sedikit pula yang hanya akan menjadi indah jika tetap menjadi tanya, tak menjadi titik, hanya disela koma, dalam lirik doa.
Bandung, 1 Agustus 2020
No comments:
Post a Comment