Kapan terakhir kali engkau bertemu Ibumu, Kawan? Kalau aku baru malam tadi. Beliau tak banyak bicara, hanya tersenyum memperhatikan gerak-gerikku. Demikianlah, sudah 2 tahun berlalu, aku hanya bertemu beliau lewat mimpi atau sayup-sayup suaranya terdengar di ujung saluran internet ketika Ayahku menelpon. Beliau jarang menelponku secara langsung, pun begitu saat aku masih di Bandung dulu. Tak terasa, sudah lebih dari 10 tahun aku meninggalkan rumah. Tak ada yang berubah, aku dan Ibu punya definisi sendiri tentang cinta dan rindu, tak ada orang lain tahu.
Sepanjang hari ini, aku mencorat-coret kertas, menyiapkan rancangan yang besok akan kubawa ke bengkel workshop. Jarum-jarum anestesi berserakan di atas mejaku, dingin dan tak peduli. Tiap centimeternya akan menembus kulit dan daging, mengalirkan "obat bius" ke tubuh-tubuh yang menahan sakit. Berlembar-lembar literatur tentang anestesi yang kubaca sampai hari ini tak lebih dari helaian kertas bisu. Aku tak bisa membayangkan bagaimana dulu Ibu berjuang melawan rasa sakit demi melahirkanku. Maka, Kawan, doakanlah selalu Ibumu.
Bochum, 4 Desember 2013