Ramadhan sudah hampir memasuki paruh kedua, hanya sekejap mata. Hujan dan mendung yang menyelimuti Bochum akhir-akhir ini membuatku rindu pada kehangatan pantai. Aku dilahirkan jauh di negeri tropis, di tanah pesisir yang tersiram terik matahari sepanjang tahun. Jerman diselimuti musim dingin selama berbulan-bulan, bahkan hawa dingin sudah kami rasakan sejak permulaan musim gugur dan masih pula betah menemani hingga awal musim semi. Mungkin tak lebih dari 3 bulan, tanah ini benar-benar merasakan hawa hangat dan terik matahari sempurna. Di bulan-bulan musim panas pun tak jarang pula hujan dan badai menghembuskan hawa dingin yang tidak menyenangkan. Maka tak jarang aku merindukan siraman hangat mentari yang seperti tak habis-habis tercurah dari langit, menyulap butiran pasir di tepi pantai menjadi kerlip-kerlip putih yang menyilaukan. Pantai-pantai nan elok terhampar luas, sepanjang pesisir bagian barat Pulau Belitong, tanah kelahiranku.
Di Eropa, kami hanya bisa mengunjungi pantai pada bulan-bulan tertentu, sejak sekitar pertengahan Mei hingga awal September. Selebihnya, pantai hanya akan menjadi mimpi buruk. Angin dingin berhembus menusuk tulang, air laut pun bahkan tak jarang sampai membeku. Di akhir musim semi tahun lalu, aku berkesempatan mengunjungi seorang sahabat lama, Hani, yang ketika itu sedang menempuh pendidikan Masternya di Leiden. Hani paham kalau aku merindukan laut, maka aku diajaknya menghabiskan sore nan cerah di Pantai Katwijk, sekitar setengah jam dari Leiden. Saat itulah kali pertama aku berkunjung ke pantai Eropa.
Pantai yang membentang panjang itu diselimuti pasir berwarna kelabu kecoklatan, bukan putih seperti di kampung halamanku. Tak ada sebatang pohon pun yang kutemui di sana, hanya semak rerumputan berdaun panjang dan ramping, sedikit menyerupai ilalang. Lalu, di sepanjang punggung dataran tanah yang lebih tinggi, berdiri beberapa bangunan, restoran-restoran serta penginapan. Saat itu, musim panas belum sepenuhnya menghampiri kami, semilir angin masih lumayan dingin. Aku berjalan menyusuri bibir pantai. Air lautnya seperti mengandung lumpur, kecoklatan dan berbuih. Melihat pantai seperti ini pun, orang Belanda sudah sangat bahagia. Aku membayangkan jika mereka melihat biru jernih air laut sepanjang bibir pantai berpasir putih di kampung halamanku. Mungkin mereka tak akan memilih pulang. Aku tak kecewa, setidaknya kerinduanku pada laut selama hampir dua tahun sedikit terobati. Aku mencari kesenangan sendiri, memperhatikan gerak-gerik orang-orang di tepi pantai yang menghabiskan sore di akhir musim semi itu dengan penuh keceriaan. Berikut beberapa foto yang sempat kuabadikan.
Bochum, 11 Juli 2014