Sore kemarin,
sekitar pukul 2, aku baru saja menyelesaikan pekerjaan di kantor. Sisa waktu
istirahat kupakai saja untuk berselancar di dunia maya. Tiba-tiba,
"crek" aliran listrik terputus. Rekan-rekan kerjaku segera keluar
ruangan, memastikan bahwa ruangan lain mengalami hal serupa. Lampu di beberapa lorong masih tampak menyala, karena listriknya
berasal dari sumber cadangan.
Wajah mereka tampak gelisah, mencoba mencari
tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Mungkin
terdengar aneh dan berlebihan bagi kita orang Indonesia. "Pasti ada yang
tidak beres!", pikir mereka. Sejak aku tinggal di Jerman 4 tahun
belakangan ini, ini kali pertama terjadi pemutusan aliran listrik secara mendadak,
tanpa pemberitahuan sama sekali. Biasanya kalau pun ada pemutusan untuk tujuan
perawatan jaringan, pemberitahuannya sudah dari jauh-jauh hari, bahkan 3 bulan
sebelumnya, dan itu pun tak pernah total diputuskan semua, agar kegiatan
akademik dapat berlangsung sebagaimana biasa.
Kami pun
dipulangkan lebih awal. Sesampai di asrama aku menyalakan laptop dan mencoba
mencari tahu lewat internet. Ah, aku baru sadar, internet di asrama terhubung
dengan jaringan yang sama dari kampus. Jadi, percuma saja. Lalu, aku mencoba mengecek
melalui telepon selularku yang sudah kehabisan kuota internet, lambatnya bukan
main. Akun Facebook RUB ternyata tak henti-hentinya memberikan informasi
tentang kejadian "luar biasa" ini.
Dari beberapa
informasi yang kuperoleh, sejak sore petugas terkait bahu-membahu sigap
bekerja, layaknya tim siaga bencana, memastikan tak ada orang yang celaka oleh
karena kejadian ini. Para petugas dari "stadwerke" segera memeriksa
penyebab putusnya aliran listrik yang melumpuhkan seluruh area kampus.
Perbaruan informasi
terus menerus disampaikan oleh para petugas. Sampai pukul 2 pagi, masih kulihat
beberapa berita bersliweran. Para petugas menemukan bagian yang bermasalah pada
salah satu sambungan yang terletak tak jauh dari pabrik Opel. Katanya ini
kejadian stromausfall terbesar sejak 25 tahun terakhir ini. Beberapa
petugas yang diwawancarai menyampaikan bahwa mereka tak akan pulang, sampai
semuanya selesai diperbaiki.
Pukul 4 pagi,
kuterima email dari sekretariat kampus. Mereka memberitahukan proses perbaikan
yang sedang berjalan dan beberapa hal terkait kegiatan di kampus yang terkena
dampak langsung. Pukul 8 pagi, kuterima email lain dari Supervisorku, berisi
himbauan untuk tetap berada di rumah selama masa perbaikan, terkait alasan
keselamatan kerja dan sebagainya.
Itulah,
sekelumit kisah "mati lampu", yang sedikit menghebohkan warga kampus
kami. Banyak pelajaran yang dapat kita petik dari kejadian ini, tentang
dedikasi para petugas, tentang kesigapan dan tanggap bencana, serta tentang
arti penting teknologi yang telah mendarah daging dalam jiwa mereka. Lalu, di tanah air bagaimana? Mari kita berbenah, Kawan.
Bochum, 16 April 2015