Thursday, June 26, 2014

Kebahagiaan-kebahagiaan Kecil yang Berserakan Sedari Pagi


Memunguti kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang berserakan sedari pagi selalu menjadi pengalaman yang menyenangkan. Rasanya seperti memunguti cangkang-cangkang kerang di tepi pantai dekat rumahku ketika aku masih kecil dulu. Pagi ini lumayan dingin untuk ukuran musim panas, 8°C. Pukul 5 asramaku masih sepi, sementara aku sudah rapi dan siapberangkat ke kampus. 

Kebahagiaan pertama kudapati ketika membuka balkon dan memperhatikan padang rumput halaman belakang, domba-domba gendut yang tiba-tiba datang kemarin sore ternyata baru bangun dan langsung sarapan rumput. Senyum pertama lantaran domba-domba lucu itu mengantarkan langkah kaki pertamaku pagi ini beberapa saat setelah matahari terbit. Rerumputan masih bergeming, angin pun masih malas merayu. 

Kebahagiaan kedua menghampiriku ketika aku bertemu seorang ibu muslimah asal Togo dalam perjalanan. Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada guru-guruku dulu, pengetahuan geografi zaman dahulu itu ternyata begitu berguna. Sang ibu sedikit tak yakin ketika memperkenalkan diri padaku ketika kutanya dari mana asalnya. "Togo, weisst du?" "Tentu saja", kataku. "Negaramu terletak bersebelahan dengan Benin dan Ghana, bukan? Daerah Teluk Guinea". Dia pun tersenyum senang. Percakapan singkat kami yang tak sampai 15 menit itu terasa menyenangkan. Dia bercerita tentang keluarga kecil dan pekerjaannya, lalu tentang Ramadhan dan suka duka hidup di perantauan. Tak lupa sang ibu mendoakan keberhasilan studiku dan kesehatan untukku sekeluarga. Aku kembali merasakan manisnya persaudaraan sesama muslim. Aku bahkan belum tahu siapa namanya, namun seuntai salam dan doa telah dihadiahkan olehnya sepagi ini untukku, saudaranya dari negeri yang mungkin tak dikenalnya.

Kebahagiaan ketiga melengkapi pagiku ketika aku sudah bisa memulai eksperimen sejak pukul 6, dan dilanjutkan eksperimen bersama Steffi pada pukul 9. Ibu muda Supervisor keduaku ini adalah perempuan penyayang yang kuhormati sekaligus kukagumi. Waktunya yang padat di kampus tak pernah menyurutkan perhatiannya pada 2 orang anaknya yang masih kecil. Pukul 15.30 sore, dia pasti sudah pulang, waktunya dia berganti peran dari seorang peneliti hebat menjadi ibu rumah tangga. Steffi tak pernah tak mengucapkan terima kasih padaku, sekecil apapun tugas yang aku lakukan, padahal tugas itu untuk diriku sendiri, dan bukankah aku yang seharusnya mengucapkan terima kasih padanya? Ah, Steffi semoga suatu hari nanti aku pun bisa menjadi perempuan hebat sepertimu. 

Dan matahari pun kian meninggi. Beberapa gumpal awan yang menari-nari bersama langit biru tersenyum padaku. Alhamdulillah.

Bochum, 26 Juni 2014