Ramadhan terlalu lekas pergi. Pagi ini, ketika bias-bias mentari mengintip samar-samar dari celah ranting pepohonan, aku melihat senyum yang ragu. Ragu akan sebuah pertemuan kembali. Waktu berputar perlahan-lahan menggerogoti zaman dan hidup masih tentang pilihan-pilihan.
Di hari-hari terakhir Ramadhan, masih membekas dalam ingatan, ketika wangi asap mengepul pelan-pelan, menyeruak dari dapur-dapur hingga malam menjelang. Aku termenung di sudut stasiun yang ramai. Memperhatikan orang-orang yang lalu-lalang dalam perjalanan. Kubiarkan kenangan-kenangan masa silam melintas-lintas memenuhi udara, mengambang larut dalam kerinduan yang paling dalam.
Ramadhan menguap pelan-pelan. Langkah-langkah kaki tergesa dalam kerumunan. Pulang menemui jejak-jejak kerinduan, menjumpai cinta yang mula-mula. Harum hari raya memanggil-manggil dari kejauhan. Aku pun pulang, menemui aku yang terjebak dalam keramaian dan hiruk pikuk impian.
Aku ingin menemui kenangan masa silam dalam setiap perjalanan. Aku ingin merangkul kerinduan yang kusematkan dalam setiap langkah. Aku ingin membisikkan harum Ramadhan pada desir angin yang meriakkan aliran Seine. Aku ingin hanya Kau saja yang menemaniku menjemput Syawal di bawah gemintang. Hingga luruh segenap jiwa, ketika aku menemuiMu nanti pada suatu masa.
Essen - Mülheim an der Ruhr, 26 Juli 2014