Aku masih
teringat, malam itu selepas magrib, aku dan abang harap-harap cemas menunggu
pengumuman SPMB (Seleksi Peneriman Mahasiswa Baru) di internet. Aku sudah
pasrah, tanganku mulai dingin. Kuketikkan nomor ujianku satu per satu, lalu
serta merta di layar monitor muncul deretan angka "250945", kode jurusan Teknik
Fisika. Aku menulis jurusan Teknik Sipil sebagai pilihan ke dua, lantaran aku paling
suka memperhatikan konstruksi jembatan yang kokoh dan jalan raya yang
berkelok-kelok.
Sebenarnya,
aku memilih Teknik Fisika sebagai pilihan pertama bukan karena mengenal apa itu
Teknik Fisika. Sepanjang masa persiapan SPMB 2 bulan sebelumnya, tak pernah
terlintas di pikiranku untuk memilih jurusan asing ini. Niat awalku dulu ketika
pertama kali meninggalkan rumah, aku ingin mendaftar di jurusan Arsitektur,
lalu berganti lagi menjadi jurusan Teknik Penerbangan, Teknik Elektro, berubah
lagi menjadi Matematika, lalu yang terakhir Teknik Sipil. Berubah-ubah tak
tentu arah, lalu pada suatu sore kutanyakan pada guruku, satu per satu tentang
jurusan-jurusan yang kuminati tadi, terakhir tiba-tiba kutanyakan tentang Teknik
Fisika. Dari sekian banyak penjelasan itu, hanya Teknik Fisika yang tidak
kumengerti apa isinya, guruku menyebut-nyebut tentang akustik dan teknologi
nano, istilah-istilah yang masih terlalu asing di telingaku ketika itu.
Lalu seperti
tiba-tiba saja aku sudah menjadi mahasiswa. Ketika itu Jurusan Teknik Fisika
hanya dibuka di 4 institusi pendidikan di seluruh Indonesia: ITB, ITS, UGM, dan
Universitas Nasional. Lalu menyusul beberapa tahun kemudian di Universitas Telkom
(dulu STT Telkom). Aku menjalani hari-hari sebagai calon insinyur bersama
kawan-kawanku. Cita-citaku ketika itu pun terus-menerus berubah. Suatu hari aku
ingin menjadi insinyur, selanjutnya tiba-tiba aku ingin sekali membangun sebuah
biro arsitek, lalu kemudian berganti lagi, aku ingin menjadi peneliti, lalu
entah cita-cita seperti apa lagi yang melintas-lintas dalam pikiranku ketika
itu.
Kehidupan di
kampus begitu dinamis, tempat berpusarnya arus deras berbagai macam ilmu
pengetahuan, pandangan hingga ideologi. Tempat berbagai ilmu dikicau-kicaukan,
dipikirkan, dipelajari, bahkan disombongkan. Di Teknik Fisika pula aku mengenal
sahabat-sahabatku di lab medik untuk pertama kalinya. Pagi itu, pagi yang cerah
di bulan Agustus, kuperhatikan satu persatu wajah kawan-kawanku. Dari 118 orang
kawan sejurusanku, hanya 19 orang mahasiswinya. Wajah kami masih polos, lidah
kami masih kental berbau kampung halaman, dengan logat khas dari berbagai
daerah.
Kami semakin
terbiasa ketika orang-orang bertanya: "Kuliah jurusan apa, Dek?" "Teknik
Fisika, Bu". Lalu dijawab dengan nada agak panjang: "Oooh, Fisika…". Lalu, kami
akan merasa perlu menjelaskan apa itu Teknik Fisika kepada mereka. Aku tidak
tahu, apakah generasi mahasiswa Teknik Fisika sekarang masih mengalami hal
serupa hingga saat ini. Lalu, apa sebenarnya Teknik Fisika?
Seorang dosenku
pernah becerita, bahwa Teknik Fisika itu adalah tentang "mengukur" atau "measure".
Mengukur apa? Mengukur apa saja yang perlu diukur. Sehingga seorang sarjana
Teknik Fisika harus memahami segala macam fenomena fisis dari berbagai lintas
ilmu keteknikan atau engineering sekaligus matematika untuk keperluan
pengukuran tersebut. Pola pendidikan berbagai cabang ilmu teknik yang terbagi
sekarang umumnya menghasilkan lulusan-lulusan dengan disiplin ilmu yang
spesifik dan terspesialisasi. Akan tetapi, hubungan antara berbagai ilmu
rekayasa dan teknologi tadi dengan ilmu-ilmu dasar murni dan ilmu dasar terapan
belum terjembatani. Di sinilah sebenarnya peran Teknik Fisika, sebagai jembatan
untuk mempercepat riset dan pengembangan ilmu-ilmu dasar serta menunjang
pemanfaatannya secara lebih efektif di sektor-sektor
industri dan dunia usaha.
Oleh karena
itu, kami mempelajari berbagai ilmu dasar keteknikan dan fisika dalam spektrum yang relatif lebar, termasuk pula bahasa penunjangnya, matematika. Tak heran, lulusan Teknik
Fisika yang melanjutkan ke pendidikan Pascasarjana dapat masuk ke berbagai
jurusan teknik yang sangat beragam, demikian pula bagi lulusannya yang memilih
langsung untuk bekerja. Lulusan Teknik Fisika itu ibarat pisau "tumpul" dan
panjang yang menunggu untuk dipotong, diambil bagian yang disukai lalu ditajamkan
kembali sesuai kebutuhan.
Hari ini, 19
Juli, 6 tahun yang lalu, yang juga bertepatan dengan hari Sabtu, aku dan
kawan-kawanku diwisuda. Masih mengenakan toga, hari itu kami diarak berkeliling
kampus dengan sebuah mobil pick up bak terbuka, dari halaman belakang Gedung
Sabuga lalu disambut sorak sorai kerumunan mahasiswa yang sudah menyemut di
depan Gerbang Ganesha. 10 tahun berlalu hanya seperti mimpi. Rasanya baru
kemarin aku berkenalan dengan kawan-kawan baru. Kini kawan-kawanku sudah
bertebaran hampir di seluruh benua, mengejar mimpi mereka, mewarnai dunia
dengan Teknik Fisika.
Bochum, 19 Juli 2014