Tuesday, February 06, 2024

Indonesia, Rumahku Sekali Lagi

Sebuah Resensi dari Buku Jentera Langit Tenggara

 

Identitas Buku

·       Judul buku: Jentera Langit Tenggara

·       Pengarang: Hesty Susanti dan Michael Binuko

·       Penerbit: Tel-U Press

·       Tanggal terbit: 26 Januari 2024

·       ISBN: 978-623-6484-58-6

·       Tebal halaman: 85 halaman

·       Ukuran: 13 cm × 19 cm

·       Tautan penerbit: https://telupress.telkomuniversity.ac.id/product/jentera-langit-tenggara/

 

 

Sinopsis

Perjalanan pulang ke tanah air menjadi akhir sekaligus awal dari petualangan Hesty menyusuri relung-relung abstrak kehidupan yang ia terjemahkan dalam puisi dan penelitiannya di bidang instrumentasi medis. Titik akhir dan awal ini ditandai dengan puisi panjang yang dibaginya dalam dua bagian: Bochum, Sungguh Aku Mencintaimu bagian 1 dan 2. Puisi ini ia tulis di hari terakhir ia berada di Eropa setelah menjalani 4 tahun masa studinya di sebuah kota kecil di lembah Sungai Ruhr, Bochum, Jerman. Pagi itu, 1 Agustus 2015, menjelang puncak musim panas, ia menyusuri jalan setapak dan menumpang U-Bahn menuju kampus tercintanya, Ruhr Universität Bochum, lalu melanjutkan perjalanan ke pusat kota untuk sarapan di sebuah toko roti di Stasiun Bochum Hauptbahnhof. Ia mereka ulang jalur yang rutin dilaluinya hampir setiap hari selama 4 tahun ke belakang. Puisi pertama ini ditulisnya dengan bahasa yang lugas, hampir-hampir seperti cerita pendek, merangkum kenangan yang mengharu biru pada pagi yang sendu itu. Puisi-puisi selanjutnya mengalir dalam berupa-rupa pengalaman pada masa-masa adaptasinya kembali ke tanah air sambil menyelesaikan studi doktoralnya yang sempat tertunda. Dalam beberapa kesempatan, Hesty sering bepergian seorang diri ke tempat-tempat asing, namun hal itu belum pernah dilakukannya di tanah air sendiri hingga ia kembali ke Indonesia. Ia ingin mengenal diri dan tanah airnya “sekali lagi”, ia ingin mencintai yang asing dari sebermula. Perjalanannya ke Flores dan Kepulauan Komodo di akhir 2015 serta petualangannya ke Gunung Anak Krakatau di awal 2017 menjadi dua dari sekian perjalanan yang mengubah hidupnya. Dari dua perjalanan ini, lahir beberapa puisi yang ia sebut sebagai Indonesia, Rumahku Sekali Lagi.

 

Resensi Buku

Jentera Langit Tenggara adalah kumpulan puisi yang berisi hiruk pikuk dalam kepala Hesty ketika ia mencoba menggenggam kembali asal-usulnya di tengah rasa rindu akan tanah perantauan nun jauh di sana. Puisi-puisi Hesty lalu bercengkerama melalui dialog-dialog abstrak dengan sekumpulan ilustrasi goresan tangan sahabat karibnya, Michael Binuko. Meskipun semua puisi dalam buku ini adalah buah karya Hesty, namun ilustrasi dalam buku ini menempati porsi yang sangat dominan. Maka tak heran, nama Michael Binuko muncul pula sebagai “penulis”, tak seperti buku pada umumnya, ketika ilustrator hanya muncul namanya di halaman identitas buku saja.

 

Penamaan buku ini terinspirasi dari sebuah peristiwa penting dalam kalender astronomi dunia, yakni gerhana matahari total, 9 Maret 2016. Benda-benda angkasa telah lama menjadi sesuatu yang dicintai Hesty. Sering ia menyengaja bepergian ke suatu tempat, hanya untuk menyaksikan matahari terbit atau tenggelam atau kerlip bintang-gemintang di tempat-tempat yang jauh. Salah satu yang paling berkesan adalah matahari terbit yang ia saksikan di Pantai Xghajra, Republik Malta. Dalam buku ini, matahari yang sesaat tertutup bulan pada peristiwa gerhana yang ia potret dari Pantai Tanjung Tinggi itu, “dibungkus” oleh Hesty dalam sebuah miniatur benda asing yang jarang terdengar: Jentera. KBBI menerjemahkannya sebagai barang yang bundar berupa lingkaran, bersumbu, dan dapat berputar. Lalu, ia gabungkan dengan kata Langit dan Tenggara, seperti matahari yang ia saksikan di Desa Waerebo, jantung Nusa Tenggara, Flores. Bukan kebetulan pula, sahabatnya Binuko bercokol di Gedung Seni Rupa yang berada di bagian tenggara kampus Ganesha, almamater mereka.

 

Binuko menjadi orang pertama yang membaca utuh draf 56 puisi ini dan menerjemahkannya dalam ilustrasi-ilustrasi penuh makna. Beberapa dialog antara puisi dan ilustrasi yang dihadirkan dalam buku ini terlihat eksplisit, beberapa lainnya mereka biarkan menjadi implisit. Sebagaimana sastra dan seni, mereka ingin agar karya ini menggugah rasa dalam bentuk apa saja pembaca ingin menerjemahkannya.

 

Kelebihan Buku

Jentera Langit Tenggara mengajak pembaca untuk memaknai kehidupan dengan segala lika-likunya dalam ungkapan puisi dan ilustrasi sarat makna. Karya ini berhasil memotret pengalaman hidup dengan tema-tema sentral yang hampir dialami oleh semua orang, seperti keluarga, sahabat, masa kecil, kampung halaman, mimpi-mimpi, apresiasi pada alam, kritik sosial, renungan/refleksi, serta semangat untuk menjalani setiap peran dari masing-masing kita dalam persinggahan di dunia yang sesungguhnya tak seberapa lama.

 

Kelemahan Buku

Buku ini bukan buku yang “ringan” karena menuntut pembacanya untuk berpikir sedikit mendalam agar bisa menerjemahkan serta mengapresiasinya. Pembaca perlu meluangkan kesempatan untuk menyepi sesaat dalam alam pikiran agar bisa bertualang dalam dialog-dialog abstrak yang disuguhkan.