Lebih dari dua tahun yang lalu,
lelaki kecil itu lahir ke dunia. Masih belum
terbit pagi di sini, kabar bahagia itu serta merta mengenyahkan rasa kantukku. Pada
pagi musim semi itu, abang telah menjadi ayah. Bayi mungil itu diberi nama
Muhammad Dhani Cakrawijaya, lelaki kecil permata hati kami. Aku belum pernah
bertemu Dhani hingga hari ini. Jarak dan waktu memisahkan kami, seperti perahu
nelayan yang disembunyikan cakrawala. Meski tak pernah tampak dari ujung
dermaga, tetapi senantiasa hadir di sana. Akulah sang perahu itu, sedangkan Dhani
adalah lelaki kecil yang berlari-lari di bibir dermaga, masih tak bosan-bosan menunggu senja.
Waktu
seperti dipermainkan dalam gulungan-gulungan sekoci benang yang berputar-putar,
dikayuh oleh sang penjahit kemudian menjelujur bermeter-meter kain tak bertepi.
Tahu-tahu telah habis segulung, berganti lagi dengan gulungan baru. Begitu
terus menerus sampai penjahit pun lupa bahwa jarum telah menggerogoti
helai-helai usianya, perlahan-lahan.
Dhani,
lelaki kecil yang hadir kali pertama di musim semi itu, perlahan-lahan memenuhi
lorong-lorong hati kami. Tangisnya dirindukan, sorot mata lugunya tak puas-puas
menjadi pemandangan. Setiap hari ada saja cerita yang kudengar dari ayah,
bunda, kakek dan neneknya. Dhani mulai pandai berjalan ketika usianya belum
genap setahun. Semua barang ingin diraihnya, sejauh jangkauan kaki kecilnya. Seisi
rumah pun sibuk dibuatnya. Lain lagi
ceritanya ketika Dhani mulai pandai mengucapkan kata-kata sederhana. Semua
pembicaraan yang didengar pasti akan ditirunya. Sepanjang hari, rumah abang tak
pernah sepi oleh ocehan Dhani. Kicaunya baru akan reda ketika tidur, seperti
mainan yang kehabisan baterainya. Dhani tumbuh menjadi anak periang dan senang
berkawan. Setiap bertemu kakek dan nenek, dia selalu bercerita tentang apa saja
yang baru dialaminya, pengalaman bersama kawan-kawannya atau orang-orang yang
baru dikenalnya.
Dhani tak
setiap hari bisa bertemu ayahnya, lantaran abang ditugaskan di luar kota. Tiap
bertemu ayahnya beberapa pekan sekali, dari kejauhan Dhani sudah
memanggil-manggil: “Ayah...Ayah...!“ sambil menghambur ke arah ayahnya. Lalu
mulut kecilnya tak berhenti berkicau-kicau, bercerita ini itu, sambil sibuk
bermain menunjukkan keahlian-keahlian barunya. Mainan pertama yang disukai Dhani
adalah bola dan sepeda roda tiga. Barang-barang di rumahnya pun tak luput menjadi
sasaran. Kursi dibolak-balik, lalu ditungganginya seperti kuda. Meja
didorong-dorongnya ke sana ke mari tak tentu arah.
Setiap hari selalu saja ada
kejutan yang dibuat Dhani. Sudah beberapa pekan ini, dia punya kebiasaan baru,
minta diantar ke Taman Kanak-kanak, padahal tak ada orang yang menyuruhnya. Setiap hari, dia sudah bangun pagi-pagi sekali, minta dimandikan dan
dipakaikan baju kesayangannya. Lalu minta disiapkan tas sandang kesukaannya.
Bang Nugra, begitu Dhani memanggil sahabat kesayangan yang tinggal tak jauh
dari rumahnya. Tahun ini, Nugra yang sudah berusia 5 tahun, masuk TK. Dhani tak
mau ketinggalan, dia pun serta merta minta diantar bersama Nugra. Di sekolah
barunya itu, Dhani ikut bermain bersama kakak-kakaknya, orang menyanyi, dia pun
ikut menyanyi juga. Setiap tiba waktu bermain di luar kelas, Dhani berlari-lari
ke sana ke mari, tak kenal takut dan lelah. Dhani tak pernah malu-malu menanyakan
ini itu pada gurunya, padahal bicaranya pun masih belum sempurna. Meskipun
menjadi murid tak resmi alias anak bawang, kadang Dhani justru lebih bersemangat
dibanding kawan-kawannya. Dalam alam pikiran
sederhananya, Dhani menemukan kegembiraan tiada tara bisa bermain bersama Nugra
dan kawan-kawannya.
Dhani, pada
pundakmu teriring doa dan harapan dari orang-orang yang menyayangimu. Walau kita
belum sempat bertemu, selalu ada rindu yang terombang-ambing dipermainkan
riak-riak gelombang. Makcik memperhatikanmu dari kejauhan, tangan-tangan kecilmu yang mengumpulkan remah-remah kerang, kaki-kaki kecilmu
yang berlari-lari menentang hujan. Jika nanti engkau telah dewasa, jangan hanya
bermenung di bibir dermaga. Berlarilah hingga teriakmu tersapu angin musim
gugur. Melompatlah hingga nafasmu mengembun dibekukan musim dingin. Tersenyumlah
seperti musim semi dan bersemangatlah seperti matahari musim panas. Bila telah
tiba waktunya, kayuhlah bidukmu, lintasi samudera, lalu berkelanalah hingga
ujung dunia.
Bochum, 21 Juli 2014