Beberapa tahun
yang lalu ketika pertama kali aku mulai
mengerjakan Tugas Akhir sarjana di laboratorium, dipertemukanlah aku dengan sekelompok
anak muda yang hingga hari ini menjadi sahabat-sahabat baikku. Kami
menghabiskan sebagian besar waktu bersama, tak jarang hingga larut malam ketika
eksperimen-eksperimen menunggu untuk dikerjakan. Jika tiba bulan Ramadhan, tak jarang pula kami masih berada di kampus saat waktu berbuka. Biasanya kami akan berbuka puasa bersama di Masjid Salman
atau warung-warung makan di sekitar Jalan Gelap Nyawang. Lain waktu menjelang
libur lebaran, Pak Supri kepala lab kami, Lab Instrumentasi Medik, akan
mengajak kami berbuka puasa bersama di lab. Momen ini biasanya kami jadikan
ajang berkumpul bersama sebelum sebagian besar dari kami mudik ke kampung
halaman masing-masing.
Assembly Point di kampus ITB |
Hari-hari yang kami lalui bersama sedikit
banyak telah mengubah sebagian besar hidupku dalam beberapa tahun belakangan
ini. Aku pun belajar banyak hal dari mereka, tak cukup pula
waktu rasanya jika sudah berkumpul bersama, mulai dari mengerjakan
hal-hal serius sampai hal-hal paling konyol. Pernah pada suatu periode, ITB mendirikan
rambu-rambu penanda untuk berkumpul pada keadaan darurat atau Assembly Point di sejumlah titik di
wilayah kampus. Kalau aku tak salah ingat tersebar di 21 titik. Entah angin apa
yang membawa kami, pada suatu hari tercetus ide untuk berfoto bersama di setiap
titik tersebut. Hampir setiap akhir pekan kami berkeliling kampus dan
mengabadikannya dalam foto-foto tak penting, kami sampai hampir hafal di mana
letak titik-titik tersebut. Kegiatan konyol tak penting ini lalu kami
namakan “Wisata Assembly Point”.
Ketika itu entah serius atau bercanda kami sering berseloroh, suatu hari nanti kami
harus melanjutkan wisata Assembly Point
ini sampai ke luar negeri.
Assembly Point di Ruhr Universität Bochum |
Sekian
tahun berlalu, nasib pun membawa kami sampai ke negeri-negeri yang jauh. Kami
harus berpisah karena mimpi-mimpi yang dulu kami rajut bersama, mimpi untuk
sekolah lagi. Dalam 4 tahun terakhir ini kami hidup terpisah-pisah, aku di
Bochum, sahabat-sahabatku yang lain memilih ke Bremen (Jerman), Nijmegen
(Belanda), London (Inggris), Dallas (Amerika Serikat), Manchester (Inggris),
Tsukuba (Jepang), dan beberapa memilih tetap berada di tanah air. Saat tiba
bulan Ramadhan seperti ini, meskipun kami tak bisa berbuka puasa bersama lagi,
tetapi keseharian yang kami bagi dalam group
chatting cukuplah menggantikan kebersamaan itu. Di saat sahabat-sahabatku
di tanah air berbuka puasa, kami yang di Eropa masih merasakan terik panas
tengah hari, lalu yang di Amerika baru lepas waktu subuh untuk memulai
puasanya, sementara yang di Jepang sudah akan siap-siap sholat Tarawih. Kebiasaan berfoto di Assembly Point pun masih kami lanjutkan sampai sekarang. Suatu hari nanti akan tiba saatnya ketika kami
diizinkan Allah untuk kembali bersama. Lalu, serpih-serpih kenangan itu akan kami susun mozaiknya pada suatu
masa ketika kami tak lagi muda, sejuta cerita tentangku, tentang kita.
Bochum,
2 Juli 2014