Sebuah Resensi dari Buku Jentera Langit
Tenggara
Identitas Buku
·
Judul buku: Jentera Langit Tenggara
·
Pengarang: Hesty Susanti dan Michael Binuko
·
Penerbit: Tel-U Press
·
Tanggal terbit: 26 Januari 2024
·
ISBN: 978-623-6484-58-6
·
Tebal halaman: 85 halaman
·
Ukuran: 13 cm × 19 cm
·
Tautan penerbit: https://telupress.telkomuniversity.ac.id/product/jentera-langit-tenggara/
Sinopsis
Perjalanan pulang ke tanah air menjadi akhir sekaligus awal dari
petualangan Hesty menyusuri relung-relung abstrak kehidupan yang ia terjemahkan
dalam puisi dan penelitiannya di bidang instrumentasi medis. Titik akhir dan
awal ini ditandai dengan puisi panjang yang dibaginya dalam dua bagian: Bochum,
Sungguh Aku Mencintaimu bagian 1 dan 2. Puisi ini ia tulis di hari terakhir ia berada
di Eropa setelah menjalani 4 tahun masa studinya di sebuah kota kecil di lembah
Sungai Ruhr, Bochum, Jerman. Pagi itu, 1 Agustus 2015, menjelang puncak musim
panas, ia menyusuri jalan setapak dan menumpang U-Bahn menuju kampus
tercintanya, Ruhr Universität Bochum, lalu melanjutkan perjalanan ke pusat kota
untuk sarapan di sebuah toko roti di Stasiun Bochum Hauptbahnhof. Ia mereka
ulang jalur yang rutin dilaluinya hampir setiap hari selama 4 tahun ke
belakang. Puisi pertama ini ditulisnya dengan bahasa yang lugas, hampir-hampir
seperti cerita pendek, merangkum kenangan yang mengharu biru pada pagi yang
sendu itu. Puisi-puisi selanjutnya mengalir dalam berupa-rupa pengalaman pada
masa-masa adaptasinya kembali ke tanah air sambil menyelesaikan studi
doktoralnya yang sempat tertunda. Dalam beberapa kesempatan, Hesty sering
bepergian seorang diri ke tempat-tempat asing, namun hal itu belum pernah
dilakukannya di tanah air sendiri hingga ia kembali ke Indonesia. Ia ingin
mengenal diri dan tanah airnya “sekali lagi”, ia ingin mencintai yang asing
dari sebermula. Perjalanannya ke Flores dan Kepulauan Komodo di akhir 2015
serta petualangannya ke Gunung Anak Krakatau di awal 2017 menjadi dua dari
sekian perjalanan yang mengubah hidupnya. Dari dua perjalanan ini, lahir
beberapa puisi yang ia sebut sebagai Indonesia, Rumahku Sekali Lagi.
Resensi Buku
Jentera Langit Tenggara adalah kumpulan puisi yang berisi hiruk pikuk
dalam kepala Hesty ketika ia mencoba menggenggam kembali asal-usulnya di tengah
rasa rindu akan tanah perantauan nun jauh di sana. Puisi-puisi Hesty lalu
bercengkerama melalui dialog-dialog abstrak dengan sekumpulan ilustrasi goresan
tangan sahabat karibnya, Michael Binuko. Meskipun semua puisi dalam buku ini adalah
buah karya Hesty, namun ilustrasi dalam buku ini menempati porsi yang sangat
dominan. Maka tak heran, nama Michael Binuko muncul pula sebagai “penulis”, tak
seperti buku pada umumnya, ketika ilustrator hanya muncul namanya di halaman
identitas buku saja.
Penamaan buku ini terinspirasi dari sebuah peristiwa penting dalam
kalender astronomi dunia, yakni gerhana matahari total, 9 Maret 2016.
Benda-benda angkasa telah lama menjadi sesuatu yang dicintai Hesty. Sering ia
menyengaja bepergian ke suatu tempat, hanya untuk menyaksikan matahari terbit
atau tenggelam atau kerlip bintang-gemintang di tempat-tempat yang jauh. Salah
satu yang paling berkesan adalah matahari terbit yang ia saksikan di Pantai
Xghajra, Republik Malta. Dalam buku ini, matahari yang sesaat tertutup bulan
pada peristiwa gerhana yang ia potret dari Pantai Tanjung Tinggi itu,
“dibungkus” oleh Hesty dalam sebuah miniatur benda asing yang jarang terdengar:
Jentera. KBBI menerjemahkannya sebagai barang yang bundar berupa lingkaran,
bersumbu, dan dapat berputar. Lalu, ia gabungkan dengan kata Langit dan
Tenggara, seperti matahari yang ia saksikan di Desa Waerebo, jantung Nusa
Tenggara, Flores. Bukan kebetulan pula, sahabatnya Binuko bercokol di Gedung Seni
Rupa yang berada di bagian tenggara kampus Ganesha, almamater mereka.
Binuko menjadi orang pertama yang membaca utuh draf 56 puisi ini dan
menerjemahkannya dalam ilustrasi-ilustrasi penuh makna. Beberapa dialog antara
puisi dan ilustrasi yang dihadirkan dalam buku ini terlihat eksplisit, beberapa
lainnya mereka biarkan menjadi implisit. Sebagaimana sastra dan seni, mereka
ingin agar karya ini menggugah rasa dalam bentuk apa saja pembaca ingin
menerjemahkannya.
Kelebihan Buku
Jentera Langit Tenggara mengajak pembaca untuk memaknai kehidupan dengan
segala lika-likunya dalam ungkapan puisi dan ilustrasi sarat makna. Karya ini
berhasil memotret pengalaman hidup dengan tema-tema sentral yang hampir dialami
oleh semua orang, seperti keluarga, sahabat, masa kecil, kampung halaman, mimpi-mimpi,
apresiasi pada alam, kritik sosial, renungan/refleksi, serta semangat untuk
menjalani setiap peran dari masing-masing kita dalam persinggahan di dunia yang
sesungguhnya tak seberapa lama.
Kelemahan Buku
Buku ini bukan buku yang
“ringan” karena menuntut pembacanya untuk berpikir sedikit mendalam agar bisa
menerjemahkan serta mengapresiasinya. Pembaca perlu meluangkan kesempatan untuk
menyepi sesaat dalam alam pikiran agar bisa bertualang dalam dialog-dialog
abstrak yang disuguhkan.