Saturday, July 19, 2014

Catatan Ramadhan 1435 H - 22 Ramadhan, Aku dan Teknik Fisika

Aku masih teringat, malam itu selepas magrib, aku dan abang harap-harap cemas menunggu pengumuman SPMB (Seleksi Peneriman Mahasiswa Baru) di internet. Aku sudah pasrah, tanganku mulai dingin. Kuketikkan nomor ujianku satu per satu, lalu serta merta di layar monitor muncul deretan angka "250945", kode jurusan Teknik Fisika. Aku menulis jurusan Teknik Sipil sebagai pilihan ke dua, lantaran aku paling suka memperhatikan konstruksi jembatan yang kokoh dan jalan raya yang berkelok-kelok.

Sebenarnya, aku memilih Teknik Fisika sebagai pilihan pertama bukan karena mengenal apa itu Teknik Fisika. Sepanjang masa persiapan SPMB 2 bulan sebelumnya, tak pernah terlintas di pikiranku untuk memilih jurusan asing ini. Niat awalku dulu ketika pertama kali meninggalkan rumah, aku ingin mendaftar di jurusan Arsitektur, lalu berganti lagi menjadi jurusan Teknik Penerbangan, Teknik Elektro, berubah lagi menjadi Matematika, lalu yang terakhir Teknik Sipil. Berubah-ubah tak tentu arah, lalu pada suatu sore kutanyakan pada guruku, satu per satu tentang jurusan-jurusan yang kuminati tadi, terakhir tiba-tiba kutanyakan tentang Teknik Fisika. Dari sekian banyak penjelasan itu, hanya Teknik Fisika yang tidak kumengerti apa isinya, guruku menyebut-nyebut tentang akustik dan teknologi nano, istilah-istilah yang masih terlalu asing di telingaku ketika itu.

Lalu seperti tiba-tiba saja aku sudah menjadi mahasiswa. Ketika itu Jurusan Teknik Fisika hanya dibuka di 4 institusi pendidikan di seluruh Indonesia: ITB, ITS, UGM, dan Universitas Nasional. Lalu menyusul beberapa tahun kemudian di Universitas Telkom (dulu STT Telkom). Aku menjalani hari-hari sebagai calon insinyur bersama kawan-kawanku. Cita-citaku ketika itu pun terus-menerus berubah. Suatu hari aku ingin menjadi insinyur, selanjutnya tiba-tiba aku ingin sekali membangun sebuah biro arsitek, lalu kemudian berganti lagi, aku ingin menjadi peneliti, lalu entah cita-cita seperti apa lagi yang melintas-lintas dalam pikiranku ketika itu.

Kehidupan di kampus begitu dinamis, tempat berpusarnya arus deras berbagai macam ilmu pengetahuan, pandangan hingga ideologi. Tempat berbagai ilmu dikicau-kicaukan, dipikirkan, dipelajari, bahkan disombongkan. Di Teknik Fisika pula aku mengenal sahabat-sahabatku di lab medik untuk pertama kalinya. Pagi itu, pagi yang cerah di bulan Agustus, kuperhatikan satu persatu wajah kawan-kawanku. Dari 118 orang kawan sejurusanku, hanya 19 orang mahasiswinya. Wajah kami masih polos, lidah kami masih kental berbau kampung halaman, dengan logat khas dari berbagai daerah.

Kami semakin terbiasa ketika orang-orang bertanya: "Kuliah jurusan apa, Dek?" "Teknik Fisika, Bu". Lalu dijawab dengan nada agak panjang: "Oooh, Fisika…". Lalu, kami akan merasa perlu menjelaskan apa itu Teknik Fisika kepada mereka. Aku tidak tahu, apakah generasi mahasiswa Teknik Fisika sekarang masih mengalami hal serupa hingga saat ini. Lalu, apa sebenarnya Teknik Fisika?

Seorang dosenku pernah becerita, bahwa Teknik Fisika itu adalah tentang "mengukur" atau "measure". Mengukur apa? Mengukur apa saja yang perlu diukur. Sehingga seorang sarjana Teknik Fisika harus memahami segala macam fenomena fisis dari berbagai lintas ilmu keteknikan atau engineering sekaligus matematika untuk keperluan pengukuran tersebut. Pola pendidikan berbagai cabang ilmu teknik yang terbagi sekarang umumnya menghasilkan lulusan-lulusan dengan disiplin ilmu yang spesifik dan terspesialisasi. Akan tetapi, hubungan antara berbagai ilmu rekayasa dan teknologi tadi dengan ilmu-ilmu dasar murni dan ilmu dasar terapan belum terjembatani. Di sinilah sebenarnya peran Teknik Fisika, sebagai jembatan untuk mempercepat riset dan pengembangan ilmu-ilmu dasar serta menunjang pemanfaatannya secara lebih efektif  di sektor-sektor industri dan dunia usaha.

Oleh karena itu, kami mempelajari berbagai ilmu dasar keteknikan dan fisika dalam spektrum yang relatif lebar, termasuk pula bahasa penunjangnya, matematika. Tak heran, lulusan Teknik Fisika yang melanjutkan ke pendidikan Pascasarjana dapat masuk ke berbagai jurusan teknik yang sangat beragam, demikian pula bagi lulusannya yang memilih langsung untuk bekerja. Lulusan Teknik Fisika itu ibarat pisau "tumpul" dan panjang yang menunggu untuk dipotong, diambil bagian yang disukai lalu ditajamkan kembali sesuai kebutuhan.


Hari ini, 19 Juli, 6 tahun yang lalu, yang juga bertepatan dengan hari Sabtu, aku dan kawan-kawanku diwisuda. Masih mengenakan toga, hari itu kami diarak berkeliling kampus dengan sebuah mobil pick up bak terbuka, dari halaman belakang Gedung Sabuga lalu disambut sorak sorai kerumunan mahasiswa yang sudah menyemut di depan Gerbang Ganesha. 10 tahun berlalu hanya seperti mimpi. Rasanya baru kemarin aku berkenalan dengan kawan-kawan baru. Kini kawan-kawanku sudah bertebaran hampir di seluruh benua, mengejar mimpi mereka, mewarnai dunia dengan Teknik Fisika.

Bochum, 19 Juli 2014

2 comments:

-ia- said...

Jurusan kita memang jurusan ter-ajaib. Himpunan mahasiswanya pun berlambang tengkorak. Skullers!!!

--tante

Maktjik said...

yoi Tante ;)