Tuesday, September 29, 2015

Bochum, Sungguh Aku Mencintaimu

Aku masih ingat, sore itu, langit kelabumu menyambutku malu-malu. Aku meringis menahan desir dingin angin musim gugur yang menerbangkan helai-helai daun maple merah jingga. Berminggu-minggu mendung seperti terperangkap tak hendak beranjak. Hanya sesekali kulihat matahari mengintip di celah-celah ranting pepohonan yang mulai meranggas.

Lalu sampailah pada suatu masa, ketika remah-remah salju berderai-derai diterbangkan angin. Alam pun diam berselimut beku, dan hatiku tiba-tiba didera rindu, rindu pada hangat matahari yang membelai lembut kulitku.

Engkau tak membiarkan rinduku menjadi biru. Perlahan-lahan matahari musim semi menyelinap di sela-sela pucuk daun hijau muda. Lalu, engkau hadiahkan padaku helai-helai kelopak magnolia merah muda, juga kuntum-kuntum bunga raps kuning merona.
  

Hujanmu tak pernah lama, aku pun jarang mendengar gemuruh petir menyambar-nyambar. Namun pernah kulihat anginmu memberontak menjelma badai, menumbangkan pepohonan yang melintang di jalan-jalan dan rel kereta.

Lalu, datanglah hari-hari nan panjang. Sampai bosan aku menanti senja yang seperti tak kunjung tiba, panas dan gerah terperangkap lamat-lamat di celah-celah jendela. Sesekali kulihat sekawanan kuda dan domba-domba merumput di padang-padang hijau tepi telaga. Ladang-ladang terhampar sejauh mata memandang hingga ke ujung cakrawala.

Kemudian pelan-pelan, matahari seperti terenggut dari haluannya. Dedaunan hijau tua perlahan-lahan menguning, menjingga, lalu tangkai jemarinya mencoba berpegang erat pada ujung-ujung rantingnya, namun tak lagi kuasa. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, musim pun datang dan pergi, silih berganti.

Bochum, engkau telah memenuhi hatiku hingga meluap-luap, mengajarkanku kebijaksanaan dalam setiap helai pergantian musimmu. Pada detik ini aku sadar, bahwa aku telah jatuh cinta, pada setiap jengkal tanahmu, pada setiap desir anginmu, pada setiap tetes hujan dan derai saljumu, pada setiap lirih bahasa cintamu.

Bochum, terima kasih telah mengizinkanku menghirup desir nafasmu. Terima kasih untuk semua cinta dan kenangan indah yang akan terukir selamanya dalam sanubariku, hingga akhir hayatku. Suatu hari nanti jika kau izinkan lagi kita bertemu, tentu 'kan kubawakan engkau segenggam rindu.

Bochum, 7 November 2011 - 1 Agustus 2015

1 comment:

-ia- said...

nanti tulis tentang "Nijmegen, sungguh aku mencintaimu" ya :)