Indah nian namamu wahai Keumala. Kita belum pernah bertemu, namun sudah lama sosokmu berada dalam benakku. Keumalahayati, namamu kuambil dari nama Laksamana perempuan tangguh tanah Aceh, pun belum pernah kuinjakkan kakiku di sana. Tanah para raja yang sedari dulu ingin aku mengunjunginya. Hanya lukisan jaman baheula, dalam ruang temaram Museum Bahari di Jakarta Utara, aku pernah bertemu dengan Keumalahayati yang pernah ada. Itu pun bukan dirimu wahai Keumala.
Lahir ke dunia, atau tepatnya lahir dalam benakku, kau jangan malu. Tangis kerasmu akan membahagiakan orang-orang yang mungkin menjadi orangtuamu nanti. Waktunya entah kapan, aku pun tak pernah tahu. Dalam hari-harimu bermula, sederhana saja kau pandang dunia ini. Kau baru tahu hitam putih, nikmati saja. Mungkin membosankan, tapi percayalah kelak ‘kan tiba waktunya, saat-saat dimana kau akan merindukan dua macam warna itu. Jadi, resapi saja keindahannya. Nanti, warna-warni dunia kau lukislah bersama sahabat-sahabatmu.

Aku tahu kau tangguh, tajam kerikil di tepi jalan akan mengasahmu. Jangan cengeng, karena dunia ini sombong dan tak peduli. Tak ada waktu untuk berkeluh kesah karena kau tahu kepada siapa kau harus mengadu. Nanti akan kau temui berupa-rupa manusia, jangan menjadi takut dan pengecut. Kau akan banyak belajar dari setiap pertemuanmu. Kau akan tahu, pertemuan dengan orang paling jahat sekali pun, tak ‘kan pernah tersia-sia.
Apa-apa yang hanya bisa yang kau rasakan dengan hati, kadang indah, kadang tidak. Mereka akan datang silih berganti, sedih akan bersahabat dengan senang, walau tak kau suruh. Meski kita belum pernah bertemu, namun suatu saat, ingin sekali ku katakan padamu. Ada keindahan yang belum pernah kutemukan tandingannya di dunia ini. Keindahan yang hanya bisa kau rasakan dengan hati. Bila nanti kau rasakan sendiri, kau akan tahu, bahwa aku tak berdusta padamu, wahai Keumala. Hmm, hampir saja aku lupa, nanti kalau kita bertemu, akan kupanggil engkau "Aya".
Bandung, 22 Februari 2011
No comments:
Post a Comment